sepertiga malam
Aku masih mendekatkan diri dijalan Ilahi
Ditemani sajadah merah dalam pengasinganku
Ditemani hati yang damai saat membaca beberapa bait puisi yang kau kirim untukku
Hingga di setiap bait aku amati dengan dalam
Sedalam jiwaku mencintaimu
Walaupun sejak awal aku sudah bicara lewat puisi
Aku tak akan mampu memilikimu
Karena dunia kita berbeda
Antara jiwamu dan jiwaku menyatu
Tetapi raga kita tetap berpisah selamanya
Hujan di Bidadari sepertiga malam
Lewat angin malam
Aku menyapamu lewat dedaunan dan ranting
Lewat hati yang sunyi dan sepi
Lewat sholat lailmu
Engkau berdo'a di waktu gelap pekat
Bahwa hati boleh bersatu
Tetapi raga akan tetap berpisah selamanya
Karena jarak antara kita berbeda
Engkau Bidadari sepertiga malam
Sedangkan aku hanya kemarau rindu yang menunggu hujan
Hujan tak pernah datang
Karena hujan telah mimilih hatimu dengannya
Bukan hatimu dengan hatiku
Menyatu lewat udara di sepertiga ini malam
Bidadari sepertiga malam
Sampaikan salam hormatku kepada Abahmu
Aku tak sanggup memperjuangkan sebuah rasa
Karena aku hanya sang pengembara jiwa
Lewat bait puisi dan sajak
Aku hanya seorang yatim yang miskin
Masih berjuang dari bawah
Tuk menempuh Ilmu di Madrasah jiwa
Hingga aku mati dan menutup mata
Menuju pengasinganku yang gelap pekat
Bidadari sepertiga malam
Salam hormatku kepada Bundamu
Biarlah kuda putih yang mengantarkan di pernikahanmu
Biarlah aku sepi sampai mati
Karena aku hanya musim kemarau yang menunggu hujan
Namun hujan tak pernah datang
Hingga tanah-tanah jiwaku
Mati dalam sepi dan sunyi
Lewat bait angin dan udara
Kulantunkan isyarat jiwaku untukmu
Duhai Bidadari sepertiga malam
Aku menyampaikan salam rindu dan cinta yang tak pernah padam untukmu
Karena cintaku bukan api
Tetapi cintaku adalah: cinta kedamaian yang sepi dan sunyi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H