Kau undang aku di depan perpus
Aku kira kau akan memberikan hatimu untukku
Namun nyatanya
Engkau hanya memperjelas luka
Bahwa engkau sudah memilih cinta selain aku
Aku hanya terpaku melihat kecantikan wajahmu
Namun bibirmu telah menjadi luka
Melukaiku seumur hidupku
Kau undang aku di depan perpus
Kau mempertegas luka
Luka kan kubawa lari di setiap detak nafasku
Aku tak pernah menyalahkan cinta
Namun aku menyalahkan diriku
Terlalu mencintai sebuah luka
Luka ku terlalu sempurna
Hingga seumur hidupku
Luka itu mengikutiku selaksa hantu
Hantu yang bergentayangan di setiap detak jantungku
Ingin sekali aku meluapkan air mata
Biar beban luka menjadi ringan
Namun nyatanya
Air mata malah menambah luka semakin dalam
Aku tak menyalahkan mu
Karena kau punya pilihan
Pilihanmu yang lebih baik
Tidak Hanya masalah harta
Namun dia lebih berada dibanding aku yang hanya seorang yatim
Penuh kekurangan harta maupun tahta
Kau undang aku di depan perpus
Engkau pertegas luka
Luka yang menyayat hati
Aku mencoba tersenyum di depanmu
Namun saat aku pulang
Aku menangis sejadi-jadinya
Karena aku lelaki tak bisa menangis di hadapan wanita
Namun saat sendirian tangisan itu akan pecah
Selaksa pecahnya air hujan
Meluapkan segala air di balik awan
Tuk menyambut kesedihan di tanah-tanah yang kering
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H