Mohon tunggu...
Khoirul Taqwim
Khoirul Taqwim Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pascasarjana UIN Raden Mas Said Surakarta

Peneliti Tentang Kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Malam Tintrim

16 September 2022   19:20 Diperbarui: 16 September 2022   19:45 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam nampak tak ada cahaya

Kegelapan menyelimuti mayapada

Hamparkan segala sedih risau

Benamkan segala duku lara

Bergantilah dengan suka cita

Meraih sebuah mimpi-mimpi rasa

Berselimut awan menghitam

Bermandikan hujan di malam tintrim

Sembari bernafaskan kehidupan yang terus berjalan

Jangan ragu saat melangkahkan di setiap kaki nafas

Menjajaki di setiap lelaku kehidupan

Jalan menuju sebuah pendelengan

Malam tintrim

Denawa api membakar segala rasa

Ketenangan harus dijaga

Jangan sampai ketenangan menjadi riuh

Selaksa badai menerjang ombak di tengah lautan

Membawa bencana ditanah-tanah bibir daratan

Menjulang menghancurkan segala karang

Malam tintrim

Bermandikan kegelapan tanpa cahaya penerang

Rembulan masih tertutup awan menggumpal

Hujan masih menyerbu daratan tanpa ada kata jeda

Suara alam menembus dinding-dinding kehidupan

Seolah-olah malam tintrim ingin riuh keadaan

Menggelegar di antara ujung nafas persinggahan

Malam tintrim

Menghembuskan keadaan asap tanpa bara api

Karena api sudah menjadi abu

Sebelum air hujan tumpah ruah di tanah lapang

Terdengar suara hujan nampak gaduh

Namun tetap saja keadaan dirasakan di tengah malam tintrim

Seperti keadaan semesta tak berpenghuni

Karena nafas kehidupan masih terasa di hutan belantara

Bersama udara yang masih suci

Belum tertembus asap pabrik-pabrik yang kotor

Mengotori udara di kawasan industri

Hingga nafas terasa sesak

Tinggal satu nafas yang masih bergandengan dengan raga

Berpuluh-puluh pilu keadaan semesta

Membentang di segala arah jiwa atma

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun