Kala langit hati menghitam
Hujan terus menaburi di jantung-jantung kehidupan
Lelaki harus puas dengan jawaban si wanita
Walau jawaban itu menyayat atma
Sampai sulit bernafas merasakan sakit
Saat hati tak sesuai dengan cita dan cinta
Namun apa daya bila langit tak merestui
Menyatu antara matahari dan rembulan
Begitu juga cintamu
Tak bisa bertemu dalam balutan ibadah
Karena si wanita berpikir lain tentang harapmu
Lelaki tak boleh mengeluarkan air mata
Walau hati luka di sayat aksara yang perih
Lelaki tetap tak boleh mengeluarkan air mata di depan wanita
Ingat! Itu pantangan seorang lelaki
Karena itu tindakan hina dan cengeng
Kalaupun tetap tidak bisa di tahan
Paling tidak simpan dulu air matamu
Biarlah air matamu tumpah bersama puisimu
Jangan sampai kesedihan air mata engkau umbar di depan wanita
Apalagi wanita yang engkau cintai
Lelaki tak boleh mengeluarkan air mata
Itu sudah menjadi budaya kehidupan
Walaupun harus tumpah air mata tak terbendung
Hingga air mata harus terurai membasahi pipimu
Namun aku harap simpan dulu erat-erat di kelopak matamu
Jangan sampai wanita yang engkau cintai mengetahui keadaanmu
Karena itu akan menimbulkan bumerang, bahwa budaya lelaki tak boleh lemah menghadapi cinta sepedih apapun
Simpan erat-erat air matamu
Lelaki tak boleh mengeluarkan air mata
Kalau memang tak bisa di simpan rapat-rapat
Keluarkan saja di saat tidak ada orang yang mengetahui keadaanmu
Biarlah puisi yang menulis kesedihan dan luka di hatimu
Hingga air mata harus pecah di goresan pena yang engkau ukir
di lembaran-lembaran kertas yang engkau serat dengan sajak dan puisimu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H