Demikianlah jika perbuatan berbohong itu terus kita kerjakan maka hati-hati diri kita memiliki penyakit hati, perasaan tidak tenang akan terus bergejolak, dan lebih parah lagi kita harus benar waspada darurat apabila perbuatan buruk sudah sering dikerjakan hingga perasaan bersalah sudah mulai hilang dan tidak ada lagi atau lebih parah merasa senang.Â
Keadaan itu jika disamakan dengan penyakit kanker maka penyakit hati seperti itu sudah masuk stadium akhir dan gawat darurat serta sangat susah untuk mengobatinya. Penyakit batin ini banyak ragamnya, ada penyakit bodoh, bakhil, takabur, tamak, riya, dan lain sebagainya.Â
Cara Mengatasi
Penyakit hati perlu kita waspadai dikarenakan tanggung jawabnya tidak hanya di dunia tetapi sampai akhirat. Lalu bagaimana cara agar kita terhindar dari penyakit hati ini? Dalam bukunya Hamka berpendapat demikian.Â
Apabila badan seseorang sehat, kewajiban dokterlah memberikan nasehat bagaimana menjaga kesehatan itu. Jika badan sakit tugas dokter ialah mengobati sampai sembuh. Terhadap batin juga demikian, seseorang dokter jiwa wajib ikhtiar agar kesehatan yang telah ada dapat terjaga dan bertambah maju.Â
Jika batin sakit dokter perlu mengobati hingga sembuh, sebagaimana badan diobati dengan melawan, artinya penyakit yang dingin diobati dengan yang panas, penyakit yang panas diobati dengan yang dingin supaya kembali kesehatan itu pada pertengahannyaÂ
Demikian pula mengobati penyakit batin, penyakit batin juga diobati dengan lawan pula. Penyakit bodoh dilawan dengan ilmu, penyakit bakhil dilawan dengan bersedekah, penyakit takabur dilawan dengan tawadhu, penyakit tamak diobati dengan menahan diri dari barang yang di tamaki itu meskipun dengan paksa.Â
Sebagaimana ketika kita sedang sakit fisik maka kita harus tahan dengan meminum obat yang rasanya pahit, demikian pula penyakit batin diobati dengan menahan dari sesuatu yang membuat sakit. Hal demikian kata Hamka dinamakan dengan mujahadah.Â
Cara yang paling mujarab mengobati penyakit batin adalah dengan teguh memegang pendirian, ketika memutuskan untuk meninggalkan syahwat, langsung dijadikan sebagai pendirian.Â
JIka ketemu halangan, tandanya tantangan menjadi sengit. Halangan bukanlah bala tetapi cobaan dari Allah SWT. Manakala sekali mengubah pendirian, lantaran bertemu dengan halangan, tanda akan selamanya langkah tidak akan sampai kepada yang dituju, maka rusak dan binasalah diri. (Hamka, Akhlakul Karimah, hal. 20-21).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H