Dewasa ini sering kita temui fenomena plastik menggunung dimana-mana. Baik di darat ataupun di laut pasti tak luput akan kehadiran sampah plastik. Menghilangkan bahan plastik sendiri terbilang sulit karena keberadaannya sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia.
Mengutip dari Kompas bahwa Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNEP) menyebutkan Indonesia merupakan negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Setiap tahunnya, ada 3,2 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola. Parahnya, ada 1,29 juta ton dari sampah itu berakhir begitu saja di laut.
Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), pada tahun 2023 total timbunan sampah di Indonesia mencapai 17,027,843,29 ton. Dari jumlah tersebut, sampah plastik berkontribusi sebesar 64,8% atau sekitar 11,122,056,96 ton.
Ditambah pola hidup masyarakat modern yang lebih banyak melibatkan produk plastik dalam kehidupan sehari-hari. Seperti penggunaan bubblewarp dalam belanja daring atau pemakaian plastik sekali pakai dalam membungkus makanan.
Melihat masalah sampah plastik tersebut, negara menanggapi dengan membuat kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (JAKSTRANAS) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Peraturan presiden tersebut merupakan kebijakan dan strategi nasional dalam mengatasi masalah sampah plastik. Peraturan ini menetapkan target pengurangan sampah plastik sebesar 30% pada tahun 2025.
Selain itu pemerintah juga memiliki langkah mencegah sampah plastik supaya tidak merajalela dengan membuat beberapa kebijakan seperti:
a. Pelarangan penggunaan kantong plastik gratis di toko modern. Kebijakan ini mulai berlaku pada tahun 2016.
b. Pemberlakuan harga untuk kantong plastik di toko modern. Kebijakan ini mulai berlaku pada tahun 2019.
c. Pelarangan penggunaan sedotan plastik di tempat-tempat Umum Kebijakan ini mulai berlaku pada tahun 2020.
Kemunculan plastik dengan embel-embel ramah lingkungan yang disebutkan dapat terurai secara mudah ke dalam tanah ternyata tidak terbukti efektif dalam membendung maraknya sampah plastik.
Hal tersebut terbukti dalam beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa plastik ramah lingkungan tidak dapat terurai dengan baik. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Imogen Napper dan Richard Thompson di University of Plymouth, Inggris, menemukan bahwa bioplastik tidak terurai setelah tiga tahun dibiarkan di alam bahkan masih utuh seperti sedia kala.
Penelitian lain yang dilakukan oleh University of California, Berkeley, menemukan bahwa plastik oxodegradable, yang diklaim dapat terurai secara cepat di alam, sebenarnya hanya terurai menjadi partikel-partikel plastik yang lebih kecil. Partikel-partikel ini masih dapat bertahan di lingkungan selama bertahun-tahun dan dapat berbahaya bagi kehidupan hewan dan manusia.
Tidak mungkin kita terus mengandalkan plastik ramah lingkungan dan menunggu kebijakan dari pemerintah dalam mengatasi masalah sampah plastik. Andil masyarakat sangat berguna dalam menjaga lingkungan dari limbah domestik dengan melakukan beberapa cara di bawah ini:
1. Menggunakan Daun Sebagai Pembungkus Makanan
Alam selalu menyediakan kebutuhan bagi manusia, salah satunya ialah daun pohon. Selain sebagai alat fotosintesis tumbuhan, daun juga dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai pembungkus maknaan.
Daun pisang menjadi salah satu pembungkus yang masih kerap digunakan hingga saat ini meskipun skalanya tidak sebesar dahulu.
Ketika selesai menggunakan pembungkus dari daun, sampah yang dihasilkan juga cepat terurai dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
Cara membungkus makanan dengan daun seperti ini sudah marak dilakukan ketika zaman dahulu. Hal ini juga dapat diteruskan sampai saat ini sebab dinilai menyehatkan lingkungan dan tidak menimbulkan penumpukan sampah plastik.
2. Membawa Wadah Sendiri Ketika Berbelanja
Sebelum era modern, generasi sebelumnya sudah menerapkan gaya hidup ramah lingkungan dengan belanja dengan membawa tas sendiri. Mulai dari tas anyam, tas karung, tas kain, dll.
Kebiasaan membawa kantong belanja sendiri dapat dikembangkan dengan membawa kotak makan ketika akan membeli sajian yang ingin dibawa pulang. Hal ini patut diterapkan dalam kehidupan demi upaya mengurangi pembengkakan sampah plastik.
3. Menggunakan alternatif lain selain plastik
Jika Anda pelaku usaha dalam ranah daring, mengganti plastik packaging dengan kertas koran atau kertas bekas serta kotak kardus, dapat menjadi langkah mengurangi penumpukan sampah plastik.
Bubblewarp sendiri juga dapat digantikan oleh potongan kertas kecil yang dibungkus bersama barang pesanan. Dengan cara ini diharapkan lonjakan plastik sekali pakai dapat dikurangi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H