Mohon tunggu...
Khoirul Anam
Khoirul Anam Mohon Tunggu... lainnya -

Tidak mampu mendeskripsikan diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Politik

2 Desember dan Politik Satu Komando Umat Islam

22 November 2016   07:26 Diperbarui: 22 November 2016   09:20 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aksi 4 November kemarin cukup terlihat jelas bagaimana FPI menginisiasi, menggulirkan isu, hingga menggerakkan massa. Tidak hanya dari FPI saja, tapi ormas-ormas lain ikut serta. Dengan cerdiknya, FPI secara de facto menjadi pemimpin mereka semua tanpa pernah dipilih. Mereka memegang tongkat komando aspirasi umat Islam. Apa yang mereka suarakan pun bukan pendirian Khilafah, pemberlakun Syariah Islam, atau gulingkan pemerintah. Apa yang mereka suarakan adalah penegakan hukum. Bukan hukum Islam, tapi hukum negara Indonesia tercinta ini. Bukan penggal kepala Ahok, tapi penjarakan Ahok. Teriakan tuntutan FPI dengan ‘latah’ diikuti oleh ormas anti-Pancasila seperti HTI.

Rencananya, aksi lanjutan akan dilakukan 2 Desember mendatang. Saya cukup menantikan untuk melihat hal ini. Saya sendiri yakin, bukan tuntutan lengserkan Jokowi yang mereka suarakan. Seperti isu yang dihembuskan beberapa hari terakhir. Hanya sekedar mengawal kasus Ahok. Namun bagi saya, bukan tuntutan itu yang menjadi fokus aksi massa ini. Kita akan melihat bagaimana FPI menggiring golongan yang anti sholawat untuk bersholawat, golongan yang mem-bid’ah-kan istighotsah untuk ber-istighotsah, dan golongan yang selalu mengkafirkan golongan lain untuk beribadah dan berdoa dibelakang Imam yang sama. Terutama, mereka yang anti-Pancasila dan demokrasi ‘dipaksa latah’ mengikuti aksi FPI yang melakukan aksi massa sesuai Undang-Undang dengan mengantongi ijin kepolisian.

Apabila semua yang telah direncanakan berjalan sesuai rencana, pemerintah tidak perlu bertindak terlalu jauh dengan membubarkan ormas pendukung Khilafah. Mereka dengan sendirinya akan senantiasa menunggu FPI, sebagai komando umat Islam, untuk menggulirkan isu-isu baru. Perhatian mereka terhadap FPI pun akan menjadi lebih besar karena sudah diangap saudara yang dipertemukan dalam pertempuran melawan kafir. Mereka tidak lagi segan menganggap Habib-Habib yang selama ini mereka hina sebagai panutan. Perbedaan pandangan dalam Maulid Nabi bukan lagi masalah besar. Dengan demikian, HTI lebih mudah untuk dikendalikan. Hal ini sering dilakukan oleh pemerintah Orde Baru dan biasa kita sebut sebagai rekayasa sosial. Terlebih lagi, BIN sudah memasukkan 'agen' mereka di dalamnya. 

Bagi pemerintah, dua isu di atas jauh lebih besar dibandingkan sosok seorang Ahok. Kalaupun Ahok harus diputuskan bersalah dan dipenjara, itu bukan sebuah perkara yang besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dan konstitusi. Tapi bukan berarti Ahok harus diputuskan bersalah. Saya hanya menganggap kasus beliau sekedar isu yang digulirkan. Demikian halnya dengan safari Presiden ke beberapa tokoh nasional untuk mengendalikan situasi. Apa yang dilakukan Jokowi cukup efektif dalam membangun opini bahwa kondisi politik cukup stabil dan terkendali. Sehingga, investasi aman dan pertumbuhan ekonomi berjalan terus.

Salam 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun