Kaum perokok di negeri ini lagi-lagi harus menelan pil pahit setelah pemerintah kembali menaikkan cukai rokok rata-rata 12,5 % per 1 Februari kemarin.Â
Salah satu tujuan kenaikan ini jelas, yakni untuk menekan tingginya angka perokok di Indonesia. Tapi, apakah kenaikan cukai rokok akan membuat kapok para perokok untuk membeli rokok?
Menurut WHO setiap tahun ada sekitar 225.700 orang di Indonesia yang meninggal akibat merokok. Bukan angka yang kecil, bukan?
Secara eksplisit WHO mau bilang bahwa "ini lho tiap tahun ada banyak sekali orang meninggal akibat merokok. Jadi, bagi Anda yang masih rajin ngebul, mbok ya sadar lah, rokok dapat merenggut nyawa Anda".
Apakah perokok takut dengan peringatan semacam itu?, sepertinya tidak. Jangankan WHO, peringatan dari orang terkasih seperti orang tua dan pasangan sekalipun kadang nggak mempan sama sekali.
Bukankah hampir semua elemen sudah turun tangan untuk mengatasi tingginya angka perokok? Mulai dari keluarga perokok sendiri, akademisi, tokoh masyarakat, relawan atau pegiat anti rokok, hingga pemerintah. Namun, nyatanya belum membuahkan hasil yang siginifikan. Yang ada malah bertambah.
Bisa dilihat data misalnya hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh Badan Litbangkes Kemenkes RI, bahwa selama lima tahun terakhir, prevalensi perokok anak Indonesia usia 10-18 tahun terus meningkat.Â
Dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada tahun 2018. Berarti upaya pemerintah untuk mengurangi angka perokok melalui strategi menaikkan cukainya setiap tahun bisa dibilang gagal.
Berbagai upaya juga sudah dilakukan oleh pemerintah. Misalnya pencantuman gambar dan kalimat menyeramkan di bungkus rokok. Peringatan untuk tidak diperjual-belikan pada wanita hamil dan anak usia dibawah 18 tahun.Â
Kalimat "No Smoking" di hampir semua ruang umum, lengkap dengan ancaman denda dan pidana bagi pelanggarnya. Dan sepertinya cara yang dianggap paling efektif adalah dengan menaikkan cukainya.