Mohon tunggu...
Khoiron Febrianto
Khoiron Febrianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Trunojoyo Madura

Index Animi Sermo

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Diakali Demi Kekuasaan Keluarga Sendiri: Sebuah Kritik Terhadap Putusan MA tentang Pencabutan PKPU Batas Usia Calon Kepala Daerah

5 Juni 2024   22:34 Diperbarui: 6 Juni 2024   00:32 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia merupakan lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indoensia, bersama Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Mahkamah Agung ini adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang terbebas pengaruh dari cabang cabang kekuasaan lainnya. Berdasarkan Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan undang-undang.

Baru-baru ini, pada hari rabu 29 Mei 2024 Mahkamah Agung dalam putusan MA Nomor 23/P/HUM/2024  merubah ketentuan syarat batas minimal usia kepala daerah. MA meminta KPU RI mencabut ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf  d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indoneisa Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota danWakil Walikota. Usia minimal 30 tahun calon Gubernur dan Wakil Gubernur saat pendaftaran yang diatur sebelumnya oleh KPU, diubah oleh MA menjadi saat dilantik sebagai pasangan calon terpilih.

Dalam hal menggugurkan syarat usia minimal calon kepala daerah ini, MA menabur benih ketidakpastian hukum dalam proses Pilkada. Karena ketika seseorang yang merupakan calon kepala daerah dalam masa kampanye, dirinya tidak memenuhi syarat usia yang telah ditentukan dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada.

Apabila merujuk pada Pasal 7 ayat (1)  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada yang berbunyi "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota".  Dan selanjutnya pada ayat (2) menyatakan bahwa Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang salah satunya dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e adalah berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.

Dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada memang tidak ada frasa yang menyebutkan ketika mencalonkan, tetapi perlu di garis bawahi dalam ayat (2) nya pada frasa "sebagaimana dimaksud pada ayat (1)", sementara pada ayat (1) sudah jelas bahwa ada frasa "mencalonkan diri atau dicalonkan".

Berdasarkan analisis pasal-pasal diatas, semestinya gugatan yang dilayangkan oleh ketua umum partai Garuda, Ahmad Ridha Sabana,  harusnya ditolak dan dinyatakan tidak berasalan menurut hukum, dikarenakan didalamnya tidak terdapat isu konstitusional yang mendesak, lagi pula hal itu melampaui kewenangan MA dalam menafsirkan Pasal 7 ayat (2) huruf e  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada tersebut, dikarenakan Pasal itu sudah cukup jelas, yaitu ketika mencalonkan diri atau dicalonkan, bukan ketika pelantikan. Walaupun semisalnya syarat batas usia kepala daerah itu dalam keadaan darurat dan harus dirubah, semestinya diubah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Disisi lain, dalam menetapkan perhitungan batas usia sejak pelantikan itu merupakan hal yang keliru, karena pelantikan kepala daerah bukan lagi kewenangan KPU. Sebab, jadwal pelantikan kepala daerah sepenuhnya merupakan wewenang Presiden. Maka dari itu, menghitung batas usia dari wilayah yang bukan merupakan kewenangan KPU jelas adalah hal yang keliru.

Semestinya dalam melayangkan gugatan harus memiliki alasan yang jelas dan alasan konstitusional yang mendesak, sedangkan dalam hal ini terlihat hanya seperti untuk kepentingan pribadi saja. Hal semacam ini bukan pertama kalinya terjadi dalam sistem peradilan Indonesia, mengingat sebelumnya pada Putusan MK mengenai batas calon Presiden dan Wakil Presiden juga sengat mirip tragedinya dengan Putusan MA mengenai ketentuan syarat batas minimal usia kepala daerah ini.

Apabila mengacu pada Putusan MA ini, kini Si Kecil yang masih berusia 29 tahun dan akan genap berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024 mendatang, dengan demikian peluang Si Kecil terbuka lebar dan tanpa hambatan aturan untuk maju atau diusung sebagai Gubernur maupun Wakil Gubernur. Karena pada saat pelantikan 2025 nanti, ia sudah berusia 30 tahun.

Menurut hemat penulis, seyogianya kita sebagai rakyat mesti mengkritisi kebijakan yang dianggap buru-buru ini mengenai Putusan MA tentang syarat usia calon kepala daerah yang seolah-olah hanya untuk kepentingan pribadi dan menciptakan romantisme dalam nepotisme. Putusan MA ini merupakan bukti nyata bahwa konstitusi diakali demi mendukung langgengnya kekuasaan keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun