Satu periode telah berlalu, kini giliran sang adiklah yang maju dalam Pilkada 2018, Abdul Latif Amin Imron atau yang biasa disapa Ra Latif. Ra Latif berhasil menang dalam Pilkada 2018 dan menjadi Bupati Bangkalan periode 2018-2023. Namun menjelang akhir masa jabatannya ia juga terjerat kasus korupsi jual beli jabatan di tahun 2022.
Praktik Politik Dinasti dan Oligarki Menciderai Sistem Demokrasi Bangkalan.
Sebuah kekuasaan dapat mengalami penurunan kontrol apabila di campuri hubungan kekerabatan dalam suatu institusi politik. Lalu apabila kekuasaan cenderung kepada dinasti maka konsentrasi kekuasaan hanya akan terfokus pada titik titik tertentu saja. Dan pada akhirnya kelompok kelompok elit politik itu hanya memonopoli kekuasaan dan demokrasi hanya sebagai formalitas prosedural saja.
Praktik politik dinasti seperti halnya pisau bermata dua, pada satu sisi merampas hak orang lain yang berpotensi menggunakan cara cara yang kurang benar dan melanggar prinsip prinsip hak asasi manusia dan prinsip demokrasi. Secara yuridis memang tidak ada larangan untuk setiap orang menggunakan hak politiknya untuk dikaitkan dengan kekerabatan atau dinasti, namun harapan dari adanya demokrasi adalah untuk jauh lebih adil dan lebih baik ke depannya.
Dalam praktik politik dinasti yang dilakukan oleh Fuad Amin Imron, hukum yang ada di Bangkalan mengalami stagnan karena tidak ada payung hukum yang memberikan supremasi hukum. Berkat kekuasaan yang dimilikinya, ia mampu mengendalikan hukum sesuai dengan keinginannya sehingga ia kebal hukum. Dan hal tersebut merupakan tindakan menyalahgunkan wewenang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah.
Kelanggengan kekuasaan dan politik dinasti serta kekebalan hukum yang dimiliki oleh Fuad Amin Imron tentunya juga menyebabkan jajaran pemerintah di bawahnya cenderung melakukan tindakan yang sewenang wenang. Hal itu di karenakan lemahnya penegakan hukum di Bangkalan pada masa itu yang juga di pengaruhi oleh Fuad Amin Imron. Layaknya simbiosis mutualisme, Fuad dengan kepala kepala desa di Kabupaten Bangkalan terlalu harmonis sehingga pemerintahan yang cenderung menimbulkan korupsi, kolusi dan nepotisme berlarut larut terlalu lama. Dibawah kepemimpinan Fuad Amin Imron, para kepala desa di Kabupaten Bangkalan tetap merasa tenang meskipun bertindak sewenang-wenang dan korup serta merasa aman dari tindakan hukum karena berada dibawah naungan Fuad.
Jadi, terdapat dampak negatif yang begitu banyak dalam praktik politik dinasti dan oligarki yang dilakukan oleh Fuad Amin Imron. Ketika Fuad Amin Imron sudah mendekam di penjara akibat tindakan korupsinya dan tidak mendominasi lagi di Bangkalan banyak kasus kepala desa yang terungkap. Berikut beberapa kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Bangkalan pasca lengsernya Fuad dari kekuasaan:
- Mantan Kepala Desa Kelbung, Kecamatan Galis
Mantan Kades Kelbung yang berinisal (S) ini memimpin periode dari 2017 hingga 2021, melakukan korupsi sebesar Rp. 2 Miliar.
- Mantan Kepala Desa Dlambah Dajah, Kecamatan Tanah Merah
Mantan Kades Dlambah Dajah berinial (SA) ini melakukan tindakan korupsi sebesar Rp. 500 Juta.
- Kepala Desa Tanjung Bumi, Kecamatan Tanjung Bumi
Kepala Desa Tanjung Bumi berinisal (MR) menggelapkan APBDesa sebesar Rp. 612.538.720 (Enam ratus dua belas juta lima ratus tiga puluh delapan ribu tujuh ratus dua puluh rupiah).
- Kepala Desa Karang Gayam, Kecamatan Blega
Kepala Desa Karang Gayam berinisal R melakukan korupsi bersama 3 perangkat desa berinisal ZA, US, dan MH, mereka melakukan penggelapan APBDesa sebesar Rp.587.339.000 ( Lima ratus delapan tujuh juta tiga ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah).
- Sekretaris Desa Gili Anyar, Kecamatan Kamal