Pernah kah bertanya di lubuk hati yang terdalam, Apa arti Bahagia sesungguhnya ? Dan apakah aku sudah merasakan Bahagia?
Mengukur bahagia atau tidaknya kita sangat mudah, yaitu saat kita bangun di pagi hari. Terkadang tanpa kita sadari, seluruh aktifitas hidup adalah dengan diawali di waktu pagi hari.Â
Ya, momen saat bangun tidur itulah kesadaran kita tergambar melalui sebuah perasaan. Apakah merasa nyaman, semangat atau justru merasa malas dan bosan ?.Â
Jika untuk sekedar bangkit dari tempat tidur saja kita merasa malas-malasan, sudah dapat diketahui bahwa sebenarnya kita belum bahagia. Karena kecenderungan manusia merasa bahagia, ada perasaan senang atau kegembiraan yang dirasakan di hati.
Lalu, bagaimana supaya kita selalu merasa gembira secara nyata dan ikhlas?
1. Â Hidup di Dunia Singkat
Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja. (Buya Hamka)
Eksistensi hidup manusia rata-rata kurang lebih usia 60-70 tahun. Sedangkan masa produktif seseorang dimulai sekitar usia 20 sampai dengan 55 tahun, (70 - 20 = 50 tahun). Belum dengan masa pubertas yang sudah dijalani sampai usia 15 tahun, (50 - 15 = 35 tahun). Maka masa hidup normalnya adalah 35 tahun.Â
Jangka waktu yang sesingkat itu kita sudah harus bisa menyadari sudah merasakan bahagia atau belum. Parahnya adalah bila tidak bisa membedakan antara hidup yang bahagia atau hanya sekedar "hidup". Jangan sampai kita dikendalikan oleh kehidupan, tetapi kitalah yang memgendalikan hidup itu.
2. Tentukan Passion
Passion adalah sebuah rasa ketertarikan yang besar untuk melakukan sesuatu. Ada kesenangan, antusias, semangat, rela berkorban, dan optimis. Seseorang yang punya minat tertentu, ada kerelaan sepenuh hati atau bahkan terkadang tanpa disadari telah menyita banyak waktu per harinya.Â
Meski passion-mu itu adalah bermain game, cari tahu bagaimana passion itu bisa menjadi sebuah manfaat dalam hidup. Contoh, menjadi sebuah mata pencaharian karena bisa membuat sendiri sofware game atau sekedar hobi saja melepas penat setelah bekerja, itu lebih bisa menghemat waktu, uang dan pikiran dibandingkan harus nongkrong ke cafe, berkumpul dengan orang lain yang ternyata hanya memberi toxic.
3. Hindari Media Sosial
Media sosial seperti (Instagram, Path, Twitter, Facebook) adalah platform yang lebih banyak untuk aktualisasi pencitraan diri. Ada dominasi kuat untuk pencitraan tertentu yang diinginkan ego pribadi, seperti ingin dianggap kaya, berparas cantik, ganteng, berpangkat, atau berwenang.Â
Meskipun dalam dunia marketing pencitraan itu adalah sesuatu yang sangat penting, terutama untuk sebuah brand produk, bahkan personal branding pun itu perlu sebagai seorang yang berkecimpung di dunia profesionalitas kerja, karena nama baik adalah salah satu indikator untuk menjalin kerjasama.Â
Namun sayangnya, yang lebih banyak muncul dipermukaan justru pemanfaatan media sosial tersebut dijadikan sebagai tempat curhat untuk keluh kesah, pamer status sosial, hoax, bullying dan judgemental ke orang lain.
Menutup medsos tidak lantas membuat kita menjadi orang yang terasing, kolot atau kuper. Dengan keluar dari dunia maya yang ter-setting bagus dan buruk karena hanya berdasarkan jari jempol tersebut.
Justru kita telah memilih untuk kembali ke dunia nyata, sehingga menjadikan mental dan pikiran lebih sehat, positif dan produktif. Tidak ada rasa gelisah untuk kepo, tidak ada rasa minder, tidak ada rasa iri dan benci yang tidak berguna kepada orang lain.Â
Semua itu tergantikan karena terlalu asyiknya kita menghabiskan waktu dengan beraktifitas di dunia nyata. Contohnya, konektifitas kepada orang lain terasa lebih intens karena fokus semua panca indra dan rasa, mencintai dan menghargai diri sendiri untuk meningkatkan kualitas pribadi, meningkatnya kepekaan sosial untuk membantu sekitarnya karena selalu tumbuh rasa empati.
4. Selalu Bersyukur
Mengapa bersyukur bukan berada di poin pertama? Bukankah bersyukur kepada Tuhan itu harus berada paling awal dalam hal apapun. Benar, untuk bersyukur kepada Tuhan kita wajib menempatkan paling tinggi dan teratas, karena bila kita selalu bersyukur maka Tuhan akan menambahkan nikmat-Nya.Â
Namun, yang menjadikan bersyukur bukanlah tahapan awal, dikarenakan untuk mengucapkan syukur yang benar-benar murni dan ada rasa ingin terus berterimakasih kepada Tuhan yaitu terlebih dahulu menumbuhkan perasaan senang dalam hati kita.
Kebahagiaan terbesar terletak di dalam hati yang senantiasa penuh rasa syukur
Pengertian ada perasaan senang atau bahagia dari hati bukan kesenangan yang sifatnya materi atau benda, akan tetapi maknanya adalah jika hati tidak ada perasaan sedih, iri, benci, kecewa, selalu merasa kurang dan sebagainya.Â
Selain menandakan kita memang tidak bahagia dalam hidup, dapat disebut juga telah melecehkan Tuhan karena mengucap syukur hanya sekedar polesan di lisan yang diindah-indahkan.Â
Panca indra mulut kita akan ter-stimulus secara otomatis apabila panca rasa hati yang menggerakkan. Adanya good feeling (perasaan senang), maka menghasilkan positive think (pikiran yang positif). Itulah yang dinamakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
5. Hidup Apa Adanya
Pada dasarnya hidup sederhana memiliki ukuran yang relatif berbeda bagi masing-masing individu manusia dan juga belum ada parameter secara spesifik.Â
Jalani saja hidup dengan apa adanya yang kita miliki saat ini. Apa yang sedang digenggam, maka nikmati dan syukuri. Sedangkan apa yang belum ada atau masih impian, tidak usah memalsukan dengan cara diada-adakan.
Tampillah apa adanya tanpa rekayasa maupun sandiwara. Susah dan senang, sesungguhnya hanya diri kita yang mengetahui.
[SKY]