Cerita pendek ini hanya karangan penulis. Dunia fiksi yang dibangun oleh penulis dari cerita-cerita masyarakat Cikokol, Kota Tangerang di bantaran kali Cisadane yang mempercayai adanya sosok Buaya Putih dan kerajaannya. Digambarkan sebagai siluman Buaya Putih berkepala manusia dan berbadan buaya yang memiliki paras wajah tampan. Konon katanya, sejak dulu sudah banyak  memakan korban. Siluman Buaya Putih mengincar anak perempuan warga setempat untuk dinikahi dan dibawa ke dasar kali Cisadane, Kerajaan Buaya Putih. Nama tokoh dan karakter tidak nyata, dan hanya untuk sebuah hiburan semata. Semoga pembaca menikmati cerita pendek ini dan dapat memberi kritik atau pun saran terhadap penulis. Selamat membaca.
"Ibu, aku berangkat!" Teriak Rumi di depan rumahnya yang terlihat sedang buru-buru.
Di bantaran kali Cisadane, siang itu Rumi berlari. Dia terlupa akan janjinya untuk bertemu dengan kedua temannya, Ajeng dan Ayu. Mereka bertemu di jembatan yang membentang kali besar itu.
"Maaf  ya, aku terlambat. Aku lupa ada janji dengan kalian." Ucap Rumi dengan nafasnya yang tersengal-sengal.
"Tidak ku maafkan, kecuali kalo kamu belikan kita bakso. Benar tidak yu?" Jawab Ajeng sambil menyenggol lengan Ayu untuk mendukung argumennya.
"Eh iya, betul itu." Ayu membenarkan ucapan Ajeng agar mereka tidak perlu berlama-lama membahas topik pembicaran ini, Ayu sedari tadi sudah lapar karena menunggu kedatangan Rumi.
"Kita makan di sini saja?" Tanya Rumi kepada kedua temannya.
"Iya boleh, aku sudah tidak berdaya kalo nyari tempat lain lagi. Lapeeerr." Ayu menyetujui pertanyaan Rumi.
Mereka bertiga tertawa karena mendengar suara perut Ayu yang berisik, menyegerakan untuk duduk dan memesan bakso.
"Bang, bakso tiga mangkok. Dua pedes satu engga." Ajeng berbicara kepada abang tukang bakso. Abang tukang bakso segera membuatkan pesanan mereka karena tidak ada pembeli lain siang itu.
"Ini neng, dua pedes satu engga." Tukang bakso itu menyajikan tiga mangkok bakso di atas meja.