Mohon tunggu...
Khofifatur rodiyah
Khofifatur rodiyah Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Masih perlu banyak belajar dalam menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Akan Berpenghasilan, Apabila Dikelola

17 Maret 2019   22:47 Diperbarui: 18 Maret 2019   00:28 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Allah SWT. menciptakan segala sesuatu yang ada di langit dan bumi sebagai suatu Rahmat serta Karunia-Nya yang diperuntukan untuk kita selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Dengan cara selalu merawat , melindungi dan melestrikan ciptaan-Nya. Segala sesuatu yang di ciptakan tidak untuk dirusak, melainkan di manfaatkan sesuai dengan kebutuhan hidup dan kepentingan yang memang harus tercukupi.
Sesuai dengan Firman Allah SWT yakni:
"Tidaklah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingnan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan diantara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan." (Q.S.Luqman :20)

Salah satu dari sekian banyaknya ciptaan Allah adalah sumber daya alam (SDA).
Rasulullah SAW bersabda :
"Barang siapa memiliki sebidang tanah, hendaklah ia menanaminya, atau memperbolehkan kepada saudaranya (supaya menanaminya), maka apabila ia menolaknya, hendaklah ia menahannya (memeliharanya)." (H.R Muslim).

Penjelasan :
Sumber Daya Alam (SDA) menurut Abdul Rokhim adalah "semua kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan keejahteraan manusia, misalnya: tumbuhan, hewan, udara, air, tanah, bahan tambang, angin, dan cahaya matahari".(2013: 47). Selanjutnya, ia (Rokhim, 2013:47) menyatakan bahwa pada dasarnya alam mempunyai sifat yang beraneka ragam, namun serasi dan seimbang. Oleh karenanya perlu adanya perlindungan dan pelestarian alam guna untuk mempertahankan keserasian dan keseimbangan tersebut.

33 ayat 3 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menjelaskan tentang hak menguasai sumber daya alam oleh Negara yang berbunyi : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Adapun UUD 1945 sebelum amandemen yakni pasal 33 alinia 4 menjelaskan bahwa: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah pokok-pokok kemakmuran rakyak.

Salah satu  sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan yaitu tanah. Tanah termasuk segala sesuatu yang terdapat di permukaan bumi seperti tanah, gunung, hutan; di bawah permukaan bumi dalam bentuk bahan galian/tambang dan kekayaan laut, dan di atas permukaan bumi seperti hujan, angin, keadaan iklim dan geografi dan sebagainya.

Pengelolaan Tanah Sebagai Faktor Produksi
Tanah sebagai faktor produksi
Tanah merupakan salah satu faktor produksi yang penting dan utama, dibandingkan dengan faktor produksi lainnya, misalnya tenaga kerja. Karena tanah memiliki banyak keunikan, diantaranya:
Tanah merupakan faktor produksi yang diperoleh secara langsung dari Allah, dalam arti manusia tinggal menerima dan kemudian memanfaatkannya untuk kegiatan produksi.
Eksistensi tanah mencakup apa yang ada diatasnya, berada di permukaannya, dan berada di bawahnya. Dengan demikian maka eksistensi tanah sesungguhnya adalah sesuatu yang kompleks.
Penyediaan atau penawaran tanah relatif terbatas, dalam arti ia telah memiliki jumlah keseluruhan yang tertentu, tidak dapat ditambah oleh upaya manusia sebagaimana manusia menambah jasa tenaga kerjanya. Kurva penawaran tanah digambarkan sebagai kurva yang inelastis sempurna, seangkan harga atas faktor ini disebut sewa atau kadang-kadang disebut sewa ekonomi murni (pure economic rent).
Tanah dan segala kandungannya dapat mengalami kerusakan atau penurunan produktivitas serta sulit untuk diperbaharui kembali (unrenewable resources).

Tanah pertanian merupakan sumber alam yang besar yang di anjurkan islam untuk dipelihara, dijaga, dikembangkan, dan diambil hasilnya. Islam mmberikan dorongan serta janji pahala yang besar terhadap siapapun yang mau mengelola tanah yang terbengkalai, karena pengelolaan tersebut dapat meluaskan daerah pertanian dan juga dapat menambah sumber pendapatan. Hasil kerja atau pengelolaan seseorang dalam usaha memproduktifkan suatu tanah, contoh menghidupkan tanah yang mati (ihyau al mawat) dan memagari tanah (tahjir) akan mejadikan sebab kepemilikan. Tanah mati merupakan tanah yang tidak terdapat tanda-tanda bahwa tanah itu pernah dikelola atau dimiliki seseorang, seperti adanya bekas pemagaran, terdapat tanaman atau pembudidayaan tanah, terdapat bangunan dan lain-lain.

Kewajiban memanfaatkan tanah
Apabila seseorang telah memiliki hak milik atas suatu tanah, maka ia juga berkewajiban memanfaatkan atau mengelolanya dengan sebaik mungkin. Karena antara kepemilikan dan pemanfaatan memiliki hubungan terhadap hak dan juga kewajiban.

Adapun seseorang yang tidak mampu mengelola tanah, maka sebaiknya tanah tersebut diserahkan kepada orang yang benar-benar mampu untuk memanfaatkannya. Demikian pula apabila seseorang menganggurkan tanah tersebut dan menelantarkannya dengan kurun waktu 3 tahun, maka pihak lain dapat mengambilnya untuk kemudian dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang intinya suatu hak milik dapat hilang karena ia mnelantarkan hak miliknya tersebut selama kurun waktu lebih dari 3 tahun.
Adapun beberapa aspek yang perlu diperhatikan paling sedikitnya ada tiga hal yang dapat dijadikan pemikiran untuk penentu tanah terlantar, dengan menggali pengalaman dari sisi hukum adat, yaitu:

Pertama, dari segi obyeknya, misalkan dari keadaan fisik tanah dan penggunaannya (tanah pertanian atau tanah bangunan)

Kedua, dari segi subyeknya, apakah ada unsur keterpaksaan atau unsur kesengajaan.

Ketiga, dari segi jangka waktunya, yaitu berapa batas waktu yang ditentukan untuk menyatakan suatu bidang tanah tersebut terantar dilihat dari usaha yang seharusnya sudah dilakukan leh yang bersangkutan.

Seperti pada penjelasan sebelumnya, pengelolaan dapat mengambil dua bentuk dasar, yang pertama, pemilik tanah mengelola sendiri tanah yang dimilikinya, dan kedua, pemilik tanah meyerahkan tanah kepada pihak lain untuk kemudian dikelola. Pengelolaan dalam bentuk yang pertama tidak menimbulkan kalangan ulama berbedan pendapat. Dalam penjelasan ini mengolah sendiri bukan berarti keseluruhan kegiatan pengolahan dilakukan sendiri secara teknis ataupun fisik oleh pemilik tanah tersebut, melainkan ia dapat mempekerjakan orang lain untuk mengolah tanah tersebut dengan menggunakan sistem upah. Sedangkan bentuk pengolahan yang kedua, yaitu dengan cara menyerahkkan kepada pihak lain ini dapat di bagi menjadi dua macam penyerahan yakni,  pertama, penyerahan secara cuma-cuma atau gratis sebagai rasa persaudaraan dan kemurahan hati. Dan yang kedua, penyerahan dengan imbalan, maksudnya adalah penyerahan dengan pengenaan sewa.

Sewa-menyewa tanah menurut Suhrawardi K. Lubis dalam hukum perjanjian islam dapat dibenarkan  baik tanah. Untuk pertanian atau untuk pertapakan bangunan atau kepentingan lainnya.(2012: 159). Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal perjanjian sewa-menyewa tanah yaitu sebagai berikut: untuk apakah tanah itu digunakan? Misalnya digunakan untuk lahan pertanian, maka harus diterangkan, dalam perjanjian jenis apakah tanaman yang harus ditanam ditanah tersebut. Sebab jenis tanaman yang ditanam akan berpengaruh terhadap jangka waktu sawa-menyewa. Dengan cara otomatis juga akan berpengaruh pula terhadap jumlah uang sewanya.

Namun terdapat perbedaan pendapat tentang sewa-menyewa tanah yang dimanfaakan untuk pertanian. Perbedaan pendapat ini pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
Yang membolehkan sewa tanah, pandangan ini juga dapat di pecah menjadi tiga, yakni pertama, sewa tanah lebih baik didasarkan atas sistem bagi hasil, bukan sistem sewa tetap. Kedua, sewa tanah lebih baik dilakukan dengan sewa tetap, sebab pada dasarnya tanah dapat dianalogikan (qiyas) seperti kekayaan lainnya. Ketiga, sewa tanah dapat dilakukan baik dengan sewa tetap ataupun sistem bagi hasil.
Yang tidak membolehkan sewa tanah, pandangan ini membawa implikasi bahwa penyerahan tanah untuk digarap pihak lain harus bersifat cuma-cuma, artinya tidak adannya sewa dalam bentuk apapun. Jika tidak mampu untuk mengolah sendiri tanah yang dimiliki, maka harus diserahkan kepada pihak lain (yang mampu untuk menggarapnya) dengan tanpa adanya perjanjian imbalan apapun, baik dengan imbalan bagi hasil ataupun sewa tetap.

Keanekaragaman tanaman dapat juga dilakukan asal orang yang menyewakan/ pemilik mengizinkan tanahnya ditanami apa saja yang dikehendaki penyewa, , namun lazimnya bukan jenis tanaman tua/ keras.

Dalam rangka mengoptimalkan pengolahan sumber daya alam/ tanah sebagai faktor produksi beberapa pemikir islam kontemporer brpendapat bahwa sesungguhnya sewa tanah dapat dilakukan dengan sewa tetap maupun dengan sistem bagi hasil. Dalam sistem penyewaan tanah sedikitnya terdapat tiga nilai dasar yang perlu tercipta, yaitu keadilan, persaudaraan, dan kemurahan hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun