Mohon tunggu...
Khofifah Albena Akbar
Khofifah Albena Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi S1 manajemen yang menyukai berkuda

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Asal Usul Teodisi

19 Juni 2023   21:07 Diperbarui: 19 Juni 2023   21:15 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada dasarnya, manusia berusaha memahami karakter dan sifat Tuhan. Manusia telah berusaha untuk memahami dan meneliti keberadaan Tuhan dan peran yang Tuhan mainkan dalam kehidupan manusia selama berabad-abad. Melalui filsafat, sains, dan agama, orang berusaha untuk memahami. Manusia kemudian dapat memahami berbagai sifat Tuhan dari ketiga hal tersebut. Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Baik, dan Maha Adil diakui oleh manusia.

Tuhan tidak menginginkan kejahatan, Tuhan memberi manusia kebebasan untuk mengambil keputusan. Mengingat hal ini, dosa dan kejahatan akan selalu ada dalam kehidupan manusia. Tuhan mengasihi manusia dan melarang semua perbuatan jahat dalam segala bentuk, namun karena Tuhan mengasihi manusia menjadi bebas, mereka mampu melakukan hal-hal yang benar-benar dilarang oleh Tuhan.

Seorang individu sering mempertanyakan otoritas Tuhan karena realitas kejahatan yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab memakan banyak korban yang tidak bersalah. Tuhan maha mengetahui dan maha kuasa. 

Solusi yang ditawarkan beberapa individu untuk masalah tersebut di atas dengan menggunakan fakta bahwa manusia memiliki kehendak bebas—dan akibatnya, memiliki kapasitas untuk berkehendak dan memutuskan apa pun, termasuk melakukan kejahatan—seringkali tidak memadai dan tidak sepenuhnya membebaskan Tuhan dari tuduhan dan tuntutan. Masalahnya adalah bahwa kehendak bebas adalah anugerah dari Tuhan, yang menimbulkan pertanyaan mengapa Tuhan memberi umat manusia anugerah seperti itu. Oleh karena itu, apa sebenarnya hubungan antara kehendak bebas, kejahatan, dan Tuhan?

Teodisi adalah perspektif filosofis yang berusaha menjelaskan mengapa Tuhan yang maha baik membiarkan kejahatan ada di alam semesta. Kata ini berasal dari kata Yunani “theos” (yang berarti Tuhan) dan “dike” (yang berarti keadilan). Para teolog juga memanfaatkan teodisi untuk membela semua perlakuan Tuhan terhadap ciptaan-Nya. 

Dalam karyanya Essais sur la Théodicée Bonte de Dieu, la Liberté de l'homme et l'origine du mal, juga dikenal sebagai Theodicy: Essays on God's Goodness, Gottfried Leibniz, filsuf Jerman pertama kali menggunakan istilah "teodisi" pada tahun 1710 M. Kebebasan Manusia dan Realitas Sifat Iblis. Dalam esai ini, Leibniz berpendapat bahwa keberadaan banyak bentuk kejahatan di alam semesta tidak meniadakan kebajikan Tuhan.

Dalam filsafat agama, teodisi adalah sebuah argumen yang mencoba untuk menyelesaikan masalah kejahatan dan penderitaan di dunia dengan menggabungkan keberadaan Tuhan yang Mahabaik dan keberadaan kejahatan. Teodisi mencoba untuk menjelaskan bagaimana kejahatan dapat ada di dunia jika Tuhan itu baik dan adil.

Teodisi juga mencoba untuk menjelaskan bagaimana keberadaan kejahatan dapat disatukan dengan keberadaan Tuhan yang Mahabaik dan Mahakuasa.
Para filsuf telah mengeluarkan sejumlah teori teodisi untuk membahas masalah kejahatan dan penderitaan dalam konteks keberadaan Tuhan yang baik dan berkuasa.. Berikut adalah beberapa teori teodise yang dikemukakan oleh para filsuf terkemuka:

1.St. Augustine: St. Augustine dari Hippo adalah seorang teolog dan filsuf Kristen awal yang mengemukakan bahwa kejahatan dan penderitaan di dunia ini adalah akibat dari dosa asal manusia. Ia berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak bebas yang memungkinkan mereka untuk melakukan tindakan jahat. Namun, ia juga mengemukakan bahwa keberadaan kejahatan ini adalah bagian dari rencana Tuhan yang lebih besar dan bahwa Tuhan menggunakan kejahatan untuk menghasilkan kebaikan yang lebih besar.

2.Gottfried Leibniz: Leibniz adalah seorang filsuf abad ke-17 yang mengemukakan pandangan tentang dunia ini sebagai "dunia yang terbaik yang mungkin". Menurutnya, Tuhan sebagai Pencipta telah menciptakan dunia ini yang memenuhi kriteria kebaikan dan kesempurnaan yang terbaik, meskipun masih ada kejahatan dan penderitaan di dalamnya. Leibniz berargumen bahwa keberadaan kejahatan ini diperlukan untuk memperoleh kebaikan yang lebih besar atau sebagai bagian dari keseimbangan yang lebih luas dalam dunia ini.

3.Immanuel Kant: Kant adalah seorang filsuf abad ke-18 yang mengemukakan bahwa kita, sebagai manusia, tidak dapat memahami alasan di balik keberadaan kejahatan dan penderitaan. Baginya, pemikiran manusia terbatas sehingga kita tidak dapat mencapai pengetahuan tentang Tuhan dan alasan-Nya. Ia berpendapat bahwa keyakinan akan keadilan akhirnya harus berdasarkan pada keyakinan moral dan tanggung jawab kita untuk bertindak dengan baik.

4.John Hick: Hick adalah seorang teolog dan filsuf yang mengemukakan pendekatan teodisi yang dikenal sebagai "teodisi proses". Menurutnya, kejahatan dan penderitaan adalah bagian dari proses pembentukan karakter dan pertumbuhan manusia. Ia berpendapat bahwa Tuhan menciptakan dunia dengan kebebasan dan nilai-nilai kebaikan, dan melalui penderitaan, manusia dapat berkembang dan tumbuh secara moral dan rohani.

5.Friedrich Nietzsche: Nietzsche adalah seorang filsuf abad ke-19 yang mengkritik pandangan tradisional tentang teodisi. Ia menolak konsep Tuhan sebagai entitas yang baik dan berkuasa, serta menolak ide bahwa kejahatan dan penderitaan harus dijelaskan atau dipertanggungjawabkan. Nietzsche berpendapat bahwa manusia harus menerima keberadaan kejahatan dan mencari arti dan nilai-nilai dalam hidup ini, meskipun dalam keadaan yang tidak adil atau tragis.

Kasus Di Kehidupan Nyata Yang Menyangkut Teodisi

Beberapa kasus yang benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata dan menyangkut mengenai pernyataan Teodisi sebagai berikut :
1.      Bencana alam: Gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi hanyalah beberapa contoh dari banyak orang yang sangat menderita akibat bencana alam. Mengapa Tuhan yang maha pengasih dan maha kuasa membiarkan bencana alam yang menyebabkan kematian dan penderitaan yang meluas, adalah isu yang muncul.

2.      Kejahatan manusia: Kejahatan manusia, termasuk genosida, perang, atau tindakan kekerasan, membuat orang bertanya-tanya mengapa Tuhan tidak campur tangan untuk menghentikan atau mencegahnya. Bagaimana kehadiran Tuhan yang baik hati dan kuat dapat diimbangi dengan kejahatan manusia?

3.      Penyakit dan penderitaan kronis: Penyakit serius atau penderitaan yang berkepanjangan, seperti kanker atau kondisi degeneratif, menimbulkan kekhawatiran tentang keberadaan Tuhan yang baik dan alasan Dia membiarkan individu menanggung rasa sakit yang sebenernya lebih baik tidak perlu dirasakan.

4.      Kejahatan dan kebebasan manusia: Masalah teodisi dan kebebasan manusia sering terjalin. Jika manusia memiliki kehendak bebas, mengapa Tuhan mengizinkan mereka melakukan hal-hal buruk dan menyakiti orang lain?
Pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan dilema etis dan teologis yang kompleks yang telah menjadi fokus debat dan diskusi dalam teodisi. Berbagai pendekatan dan argumen telah diajukan dalam upaya menjawab pertanyaan ini dan memberikan pemahaman tentang bagaimana kejahatan dan penderitaan dapat diselaraskan dengan keyakinan akan keberadaan Tuhan yang baik dan berkuasa.

Proses Teodisi
Proses teodisi melibatkan upaya untuk menjelaskan atau membenarkan keberadaan kejahatan dan penderitaan dalam konteks keberadaan Tuhan yang baik dan berkuasa. Meskipun tidak ada proses teodisi yang tunggal atau standar, beberapa langkah umum yang sering dilibatkan dalam proses teodisi adalah sebagai berikut:

1.      Mengidentifikasi kejahatan dan penderitaan: Langkah pertama dalam proses teodisi adalah mengidentifikasi dan memahami sifat, bentuk, dan akar penyebab kejahatan dan penderitaan yang ada di dunia. Ini melibatkan pengamatan dan analisis terhadap berbagai contoh kejahatan dan penderitaan yang ada, baik dalam konteks individu maupun masyarakat secara luas.

2.      Tahap selanjutnya adalah membahas sifat-sifat Tuhan, yaitu sifat-sifat yang dianggap benar dalam konteks keyakinan agama tertentu. Ini melibatkan percaya pada kebaikan, hikmat, kekuatan, dan keadilan Tuhan. Bagaimana kejahatan dan penderitaan ini dapat dijelaskan oleh kualitas dan kualitas Tuhan ini masih menjadi bahan perdebatan.

3.      Meneliti konsep kehendak bebas: Fungsi kehendak bebas manusia seringkali merupakan faktor penting dalam banyak teodisi. Dipertanyakan apakah kehendak bebas manusia itu salah atau apakah menjalankan kehendak bebas itu menghasilkan kejahatan dan penderitaan.

4.  Membuat argumen: Proses teodisi memerlukan penciptaan dan penjabaran pembenaran atau penjelasan tentang adanya kejahatan dan penderitaan dalam kerangka keberadaan Tuhan yang Mahakuasa dan Maha Pemurah. Ini membutuhkan penggunaan nalar, logika, dan pemahaman agama.

5.      Menanggapi argumen kritis: Proses teodisi juga melibatkan menanggapi kritik dan tantangan terhadap argumen-argumen teodisi yang dikemukakan. Kritik ini dapat datang dari filsuf, teolog, atau individu dengan pandangan yang berbeda. Pertukaran pendapat dan diskusi tentang argumen-argumen teodisi menjadi bagian penting dari proses teodisi.

6.      Refleksi pribadi dan religius: Sebagai bagian dari proses teodise, orang merefleksikan dan menawarkan sudut pandang religius dan filosofis mereka sendiri dalam menanggapi berbagai keprihatinan terkait teodisi. Ini memerlukan pemahaman yang lebih besar tentang keberadaan Tuhan, pentingnya penderitaan, dan hubungan antara manusia dan Tuhan.

Proses Teodisi bukan suatu hal yang final atau pasti, karna dalam proses berjalannya memperlukan analisis rumit, mengeksplorasi ilmu pengetahuan secara menyeluruh, dan mengetahui bagaimana cara pandang setiap pemikiran akan fenomena yang sering kali berubah tergantung dari keyakinan, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing individu yang terlibat.

Alasan Kenapa Pemikiran Akan Teori Teodisi Dapat Tercipta Dan Berkembang.

Karena orang penasaran dan ingin memahami fenomena kejahatan dan penderitaan dalam kerangka kehadiran Tuhan yang maha pemurah dan maha kuasa, teori teodisi dapat dibentuk. Penciptaan dan pengembangan pemikiran teodise dapat dijelaskan oleh sejumlah elemen, termasuk yang tercantum di bawah ini:

1.  Mempertanyakan tujuan dari kesengsaraan: Saat menghadapi kesulitan dan kejahatan, orang terpaksa mencari jawaban. Teodisi menawarkan kerangka kerja untuk menjelaskan hubungan antara Tuhan dan penderitaan untuk memberikan tujuan kejadian tragis atau tidak adil.

2.  Konteks religius: Pemikiran teodisi seringkali muncul dalam konteks religius di mana keyakinan akan keberadaan Tuhan memiliki peran sentral. Agama-agama mengajarkan keyakinan akan Tuhan yang baik dan berkuasa, sehingga pemikiran teodisi berkembang sebagai upaya untuk menjelaskan bagaimana kejahatan dan penderitaan dapat diselaraskan dengan keyakinan ini.

3.  Hakikat nya kecerdasan manusia terbatas: Pada beberapa banyak dari kita dapat memahami tentang keberadaan dan maksud Tuhan. Akan tetapi tetap ada keterbatasan yang menjadi penghalangnya ini memotivasi orang untuk merenungkan secara teodis untuk menemukan alasan kejahatan dan penderitaan tetap dapat muncul padahal ada Tuhan yang maha baik dan bijaksana. Teori teodise bertujuan untuk menutup kesenjangan pengetahuan dan menawarkan kerangka kerja untuk memahami fenomena yang rumit ini.

4.  Konsep teodis juga berkembang sebagai hasil dari upaya filosofis dan teologis untuk lebih memahami keberadaan Tuhan dan peran-Nya dalam menghadapi kejahatan dan penderitaan. Metodologi dan alat berpikir yang diperlukan untuk menganalisis dan merumuskan argumen teodise yang lebih mendalam disediakan oleh filsafat dan teologi.

 Kebutuhan manusia akan jawaban atas persoalan mendasar tentang keberadaan Tuhan dan kejahatan telah melahirkan pemikiran teodisi. Ini adalah upaya untuk mencari bingkai, penjelasan, dan makna yang memungkinkan kita untuk menanggapi kejadian rumit ini dalam kerangka gagasan dan pemikiran manusia.


Wabah Covid 19 Dalam Pandangan Teodisi

Pandemi COVID-19 adalah salah satu contoh kasus yang melibatkan pertanyaan teodisi. Beberapa pendekatan teodisi yang mungkin diterapkan dalam konteks pandemi ini adalah sebagai berikut:

1.  Teodisi Pertahanan: Menurut teori ini, pandemi COVID-19 adalah konsekuensi dari interaksi beberapa elemen, termasuk penyebaran virus, kelemahan dalam sistem perawatan kesehatan, dan tindakan manusia, dan merupakan produk dari lingkungan alam yang kompleks. Menurut perspektif ini, kejahatan dan penderitaan pandemi adalah akibat dari keadaan alam yang berbahaya, tapi tidak semua berada di bawah kuasa Tuhan.

2.  Teodisi Penyangkalan: Menurut teori ini, mustahil bagi kita sebagai manusia untuk sepenuhnya memahami tujuan Tuhan atau mengevaluasi tindakan-tindakan-Nya sehubungan dengan wabah ini. Orang mungkin berpendapat bahwa kesengsaraan dan penderitaan yang disebabkan oleh wabah COVID-19 adalah misteri atau bagian dari rencana tersembunyi Tuhan yang tidak dapat kita pahami sepenuhnya.

3.  Teodisi Irenaean: Menurut teori ini, epidemi COVID-19 dan kesengsaraan yang ditimbulkannya diperlukan untuk pengembangan karakter dan kemajuan manusia. Dimungkinkan untuk belajar dari penderitaan, mengembangkan empati, dan memajukan perkembangan moral dan spiritual seseorang.

4.  Teodisi Kritis: Pendekatan ini mungkin mengkritik atau mempertanyakan keyakinan tradisional akan keberadaan Tuhan yang baik dan berkuasa dalam konteks pandemi COVID-19. Mereka mungkin berargumen bahwa keberadaan pandemi ini dan penderitaan yang diakibatkannya menunjukkan bahwa Tuhan tidak bisa menjadi sumber yang baik dan kuasa.

 Pandemi COVID-19 menimbulkan pertanyaan yang mendalam dan kompleks tentang keberadaan Tuhan, kebebasan manusia, keberlanjutan alam, dan tanggung jawab manusia terhadap kesejahteraan satu sama lain. Jawaban atas pertanyaan teodisi dalam konteks pandemi ini terus diperdebatkan dan bervariasi tergantung pada keyakinan, pandangan, dan konteks individu yang berbeda.


Citasi:
 Maftukhin, M. (2018). Pemikiran Teodisi Said Nursi tentang Bencana Alam: Perpaduan Pemikiran al-Ghazali dan al-Rumi. TSAQAFAH, 14(2), 241-262.
 Kristono, J. (2002). Kejahatan dan Kehendak Bebas Menurut Agustinus serta Kontribusinya Dalam Pergumulan Tentang Teodisi (Doctoral dissertation, Seminari Alkitab Asia Tenggara).

Note: kuis absen 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun