Mohon tunggu...
Khofidotur Rofiah
Khofidotur Rofiah Mohon Tunggu... Dosen - Tentu bukan sastrawati

Ibunda dua putri dengan sejuta mimpi dan harapan terbaik teruntuk ananda. Memiliki latar belakang keilmuan di bidang Pendidikan khusus.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Bahasa Isyarat: Bahasa Universal bagi Semua Individu

1 Februari 2021   22:15 Diperbarui: 2 Februari 2021   09:38 2462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

oleh: Khofidotur Rofiah

Ketika berbincang tentang bahasa isyarat maka yang muncul secara otomatis di benak kita adalah komunitas tunarungu (baca: tuli) atau mereka yang mengalami hambatan pendengaran sehingga membutuhkan support mode bahasa visual sebagai pengganti bahasa verbal dalam hal ini adalah bahasa isyarat. 

Di Indonesia sendiri riset dan bahasan tentang bahasa manual sangat kontradiktif dan menarik. Contoh yang paling sering kita dengar kaitannya dengan bahasa isyarat yang dipakai oleh teman tuli misalnya adalah BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia) dan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia). 

Lalu bagaimana perbedaan dari keduanya?

Bisindo merupakan bahasa isyarat yang diinisiasi langsung oleh komunitas tuli dengan prinsip simbolis hasil persepsi observasional dari bahasa verbal yang dikonversi menjadi bahasa isyarat. Tentu saja kosa isyarat yang dihasilkan akan sangat bervariasi bergantung kultur dan bahasa masing masing daerah.

Sebaliknya, SIBI mengadopsi American Sign Language (ASL) dengan penggunaan isyarat ejaan jari yang hampir sama persis. Pada tahun 1997, digagas dan difasilitasi oleh Kemdikbud, SIBI dikembangkan dan diterbitkan dalam sebuah Kamus Sistem Bahasa Isyarat dengan beberapa edisi.

Singkatnya, SIBI adalah representasi Bahasa Indonesia lisan yang dikembangkan dalam bentuk isyarat. Struktur dan pola isyarat pada SIBI menyesuaikan dengan struktur Bahasa Indonesia dengan kaidah Bahasa Indonesia baku yang di dalamnya banyak terdapat afiksasi yang juga diisyaratkan. 

Hal tersebut dianggap sulit oleh kaum tuli sehingga muncul kampanye untuk lebih memilih Bisindo sebagai identitas Bahasa isyarat untuk komunitas tuli di Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bahasa isyarat hanya diperuntukkan untuk individu dengan hambatan pendengaran saja? 

Jawabannya adalah tidak. Bahasa isyarat merupakan bahasa universal yang juga berhak digunakan oleh berbagai komunitas khususnya komunitas dengar dengan karakteristik spesifik (KDKS).

Bahasa isyarat utuk semua anak|Ahmad Khusaini/Jawa Pos/JawaPos.com 
Bahasa isyarat utuk semua anak|Ahmad Khusaini/Jawa Pos/JawaPos.com 

Penemuan Bahasa Isyarat

Banyak bahasa isyarat telah berkembang di seluruh dunia, dan tidak ada bahasa isyarat pertama yang dapat diidentifikasi. Secara historis pada abad ke-16, sebagian besar bahasa isyarat terbatas pada isyarat abjad (sistem ejaan jari) yang diciptakan untuk memfasilitasi transfer kata dari lisan ke bahasa isyarat, bukan sistem bahasa isyarat itu sendiri.

Pada tahun 1620, Juan Pablo Bonet menerbitkan buku yang berjudul Reducción de las letras y arte para enseñar a hablar a los mudos (Pengurangan huruf dan seni untuk mengajar orang bisu berbicara) di Madrid Spanyol. 

Ini dianggap sebagai risalah modern pertama tentang fonetik dan terapi wicara yang menetapkan metode pendidikan lisan untuk anak-anak tunarungu dengan menggunakan bahasa isyarat, dalam bentuk isyarat huruf untuk meningkatkan komunikasi dengan komunitas tuli saat itu. 

Sejak saat itu disadari bahwa bahasa isyarat yang muncul dan dikembangkan dalam komunitas tuli adalah sistem yang diatur secara linguistic.

Penemuan bahasa isyarat telah memungkinkan peneliti dan ahli teori untuk merumuskan hipotesis mengenai bagaimana bahasa diatur (dan mengatur dirinya sendiri) dalam kaitannya dengan mode bahasa yang lebih dipilih dan disukai yaitu bahasa lisan/wicara.

Hubungan antara Isyarat dan Kata

Potensi linguistik dari isyarat telah manjadi fakta dan isu yang menarik. Isyarat adalah lebih dari sekadar gestur (gerak natural tubuh). isyarat merupakan bagian dari sistem bahasa melalui bentuk gerakan sebagai cara yang sama dalam menunjukkan kata dalam bahasa oral. 

Lebih lanjut, isyarat dapat dipertimbangkan ekuivalen dengan kata dalam bahasa verbal. Isyarat seperti halnya sebuah kata adalah item leksikal yaitu (1) baik kata maupun isyarat dibentuk dari himpunan unit sub-leksikal (fonem) dan disaat yang sama (2) keduanya merupakan bagian dari sistem semantik dan sintaksis.

Penelitian-penelitian sebelumnya dengan bahasa isyarat sebagai fokus mengungkapkan bahwa sifat visual-spasial dan ikonik dari isyarat ditujukan untuk membangun hubungan semantik dan sintaksis. Misalnya isyarat kata “pergi” dapat bermakna “cepat pergi” bergantung konteks dan situasi.

Terlepas dari kenyataan bahwa dua jenis bahasa (isyarat dan lisan) menunjukkan perbedaan yang jelas dengan karakteristiknya, namun anak-anak akan mengalami proses pemerolehan bahasa dengan mekanisme yang sama. Baik bahasa isyarat maupun bahasa lisan sebagai bahasa pertama mereka, keduanya melalui mekanisme yang mirip dalam pembelajaran bahasa.

Penggunaan Bahasa Isyarat di Dalam Komunitas Dengar dengan Karakteristik Spesifik (KDKS)

Secara histori munculnya praktik penggunaan bahasa isyarat dengan percakapan lisan dalam interaksi individu dengan autisme dan komunitas mendengar lainnya yang memiliki keterbatasan akses untuk memproduksi ucapan atau persepsi bicara karena hambatan perkembangan atau neuropsikologis dimulai sejak tahun 1970-an.

Banyak riset menyebut bahasa isyarat ini dengan Keywords Signing System (KWS) yang diartikan dengan Sistem Bahasa Isyarat Berbasis Kata Kunci (SIKK). 

Yaitu merupakan sebuah teknik yang digunakan dalam interaksi individu dengan hambatan komunikasi di mana "kata kunci" di dalam pesan yang diucapkan ditambahkan penekanan dengan memproduksi isyarat secara simultan. Maknanya tidak semua kata dalam kalimat diisyaratkan.

SIKK bertujuan untuk memberikan akses yang lebih baik ke elemen leksikal (isyarat dan kata) maupun struktur (baik dalam visual dan pendengaran) bagi individu dengan hambatan komunikasi (misalnya: autism nonverbal, individu dengan hambatan fungsi intelektual).

Sejak bahasa isyarat telah diperkenalkan dan diterapkan dalam intervensi/ layanan pendidikan, penggunaan pertama hampir dua abad yang lalu, muncul kemudian beberapa diskusi kontroversi yang berkecamuk.

Salah satu diantaranya mengkhawatirkan penggunaan bahasa isyarat dapat menghambat pemerolehan keterampilan berbicara yang dikenal luas dengan sebutan kontroversi bahasa lisan dan isyarat.

Beberapa argumen yang menentang penggunaan bahasa isyarat telah banyak dikemukakan, misalnya, bahwa kemudahan bahasa isyarat akan otomatis menghambat upaya kognitif dan motorik anak untuk belajar berbicara. Tentu implikasinya terhadap pilihan keyakinan pengajar untuk mengajarkan keterampilan wicara yang lebih prospektif.

Sebaliknya bagi argumen yang percaya bahwa bahasa isyarat bisa bermanfaat mengungkapkan bahwa isyarat dapat memfasilitasi komunikasi dan karenanya membuat lebih mungkin untuk menjalin hubungan dengan lawan bicara.

Dalam pandangan para pendukung, penggunaan bahasa isyarat dapat memberikan kemudahan dalam mengungkapkan ide pembicaraan karena memiliki sifat lebih konkrit dan visual.

Namun tentu saja, terbukti bahwa perkembangan dan hasil pembelajaran sangat bergantung pada faktor-faktor yang konsisten dan memadai, model bahasa isyarat (dan berbicara) merupakan peluang untuk memicu ekspresi dalam komunikasi.

Tetapi salah satu tantangan umum dari pengenalan intervensi sistem isyarat berbasis kata kunci adalah risiko ketidakkonsistenan mitra bicara, para pengajar dalam menerapkan penggunaan bahasa isyarat bersamaan dengan bahasa lisan. 

Meskipun tidak terpungkiri, banyak pembuktian dari hasil penelitian berbagai periset dunia yang menyatakan bahwa penambahan mode isyarat yang berbasis kata kunci bersamaan dengan bahasa lisan, efektif untuk membantu individu yang mengalami hambatan komunikasi, seperti anak autism non verbal atau anak dengan hambatan fungsi intelektual.

Semoga di Hari Disabilitas Internasional ini para pembaca akan lebih bijak memahami peran isyarat dalam membantu semua kalangan dalam berkomunikasi, sekaligus dalam rangka mendukung pendidikan inklusi bagi semua masyarakat.

---------------------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun