Mohon tunggu...
Ahmad Zainul Khofi
Ahmad Zainul Khofi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Pelajar

Living in an intentional continuous exploration of life | IG: @azkhofi_

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Beragama dengan AI

20 Juli 2023   11:21 Diperbarui: 20 Juli 2023   20:47 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kegaduhan soal AI, separuhnya euforia dan separuh lain kecemasan semi-apokaliptik, merambah tatanan berpikir dan kehidupan manusia."

Akhir tahun 2022, saat revolusi AI (Artificial Intelligence) melanda dunia, masuk ke gerbang perbincangan kaum intelektual di dunia, beragam respons muncul ke permukaan, baik yang bernada positf maupun negatif. Kala itu, Yuval Noah Harari dalam kata pengantar buku Sapiens tahun 2022 menganggap mewabahnya AI merupakan tanda dari akhir sejarah manusia yang kita kenali.

Menurutnya, segala alat sebelumnya memberdayakan manusia, karena alatnya sendiri tidak bisa membuat keputusan mengenai penggunaannya. Pembuatan keputusan selalu menjadi hak manusia. Namun AI bisa. Boleh jadi, bila Anda mengirimi CV ke calon pemberi kerja, AI yang membaca CV Anda dan memutuskan nasib Anda. Lebih dalam lagi, AI akan segera mengerti kita lebih baik daripada kita mengerti diri sendiri. Akankah AI tetap menjadi alat di tangan kita -- atau kita menjadi alatnya?

Namun demikian, meski dipandang dengan tatapan sinis, ada sejumlah kalangan yang melihat AI sebagai sebuah penyelamatan dari kesulitan yang membelenggu manusia, khususnya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tentang posisi mendua ini, dengan algoritmanya yang bisa membantu manusia memudahkan pekerjaannya dari hal kecil sehari-hari seperti menjawab pertanyaan hingga hal besar seperti membantu mengatasi krisis iklim, saya penasaran, sejauh mana keberadaan kecerdasan buatan mampu membantu manusia dalam aspek agama, seperti meningkatkan keimanan seseorang atau menjawab pertanyaan tentang ilmu agama? Ataukah malah keberadaannya justru membuat agama semakin tidak relevan dan menggantikannya?

Eksperimen OpenAI ChatGPT

Didorong oleh pemikiran skeptis tersebut, saya melakukan eksperimen terhadap OpenAI ChatGPT (salah satu situs berbasis AI yang diciptakan untuk orang-orang pemalas, malas berpikir dan malas memastikan kebenaran suatu bacaan) menanyakan soal dasar Agama Islam. Berikut pertanyaan yang saya berikan:

Screenshot OpenAI - ChatGPT
Screenshot OpenAI - ChatGPT

 

Jika dilihat sekilas, jawaban AI ini sangat memuaskan. Struktur kalimatnya rapi dan pilihan katanya mudah dipahami. Namun sayang sekali, pada paragraf kesimpulan AI itu menyebutkan "Kelima Rukun Iman ini merupakan fondasi..." yang jelas salah, karena rukun iman di Agama Islam itu ada enam.

Belum ingin berburuk sangka, saya rasa ini adalah kesalahan kecil saja dalam sistem AI, karena sebelumnya AI dengan tepat menyebutkan dan menjabarkan ke-enam Rukun Iman. Saya belum puas terhadap jawaban yang diberikan oleh AI, kemudian saya mengajukan pertanyaan kedua:

Screenshot OpenAI - ChatGPT
Screenshot OpenAI - ChatGPT

Membaca jawaban AI kali ini, dalam hati, saya spontan "Waduh kacau, ini si AI malah mengarang bebas." Lagi-lagi dengan tatanan kalimat yang meyakinkan, jika dilihat sekilas jawaban AI ini memuaskan (bagi orang awam).

Paragraf kedua, AI menjawab "Jika aurat terlihat tanpa sengaja selama shalat, maka shalat tersebut dianggap batal". Padahal, dalam kondisi tersebut, syariat Islam memberikan toleransi terbukanya aurat. Kondisi tersebut bisa disimak pada penjelasan Syekh Abu Bakar bin Muhammad Taqiyuddin dalam kitab Kifayah al-Akhyr (Damaskus: Dar al-Khair), hal. 36:

...

"Terbukanya aurat, apabila dibuka secara sengaja, maka membatalkan shalat, meskipun langsung ditutup kembali; apabila terbuka oleh angin, kemudian langsung ditutupi seketika, maka tidak batal. Demikian juga apabila sarung atau baju terbelit dan menyingkap kemudian segera ditutup kembali, maka tidak batal."

Kemudian, tambah ngasalnya lagi AI menjawab "Oleh karena itu, jika hal ini terjadi, sebaiknya segera menutup aurat tersebut dan melanjutkan shalat dari rakaat terakhir yang dilakukan sebelum aurat terbuka." Mestinya, kalau shalat kita batal, wajib mengulang dari awal. Belum pernah saya mendengar, shalat yang batal, kemudian melanjutkan shalat dari rakaat terakhir yang dilakukan sebelum sesuatu yang menyebabkan batalnya shalat itu.

Poin Hikmah 

Dari sini, ada beberapa poin yang bisa saya berikan:

  • Saya menyatakan bahwa beragama dengan AI tidak bisa dilakukan. Belajar ilmu agama perlu adanya guru yang sanad keilmuannya jelas, atau nyambung ke Nabi Muhammad SAW. Bukan guru yang asal-asalan, apalagi robot seperti AI.
  • OpenAI ChatGPT ini praktis dan bisa diandalkan, terutama sebab bisa memberikan jawaban dari pertanyaan rumit yang search engine pun kesulitan untuk menemukannya. Sayangnya, kebanyakan jawaban tersebut adalah hasil mengarang bebas.
  • Target pasar dari teknologi ini adalah orang-orang tidak percaya diri dan malas berpikir mendalam. Jenis orang yang tidak akan mengeluarkan effort lebih untuk memastikan benar-tidaknya informasi yang dia dapatkan. Jika tampak meyakinkan, maka akan langsung diterima begitu saja. Konteksnya sama dengan orang awam (muallaf) belajar agama kepada robot (OpenAI-ChatGPT), sesat yang menyesatkan.
  • Welp, kepopuleran OpenAI sendiri bukan hal yang menurut saya baik, tetapi hal yang cukup ironis. Sebab ia justru menunjukkan betapa rendahnya tingkat keinginan kita untuk belajar dan berpikir kritis. Adanya OpenAI justru terlihat seperti membawa manusia untuk tetap tidak terinformasi dengan baik alih-alih membawa pada kemajuan.
  • Melihat fenomena ini, saya mengira dehumanisasi bukan lagi hal yang tampak mustahil. Dataisme (dalam pemikiran Harari di Homo Deus), yang dimulai ketika manusia memilih mengedepankan teknologi (kecerdasan buatan) dan mulai mengesampingkan norma dan etika sepertinya sudah mulai terjadi. Jika ramalan Harari benar, kiamat peradaban manusia bukan tidak mungkin berada di tangan AI.

Oleh: Ahmad Zainul Khofi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun