Mohon tunggu...
Ahmad Zainul Khofi
Ahmad Zainul Khofi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Pelajar

Living in an intentional continuous exploration of life | IG: @azkhofi_

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menelaah Gonjang Ganjing Pileg 2024

18 Juli 2023   09:41 Diperbarui: 18 Juli 2023   09:45 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan dunia perpolitikan Indonesia sedang ramai berkait apakah akan menggunakan sistem proporsional terbuka atau tertutup pada Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2024. Mulanya, isu tersebut pertama kali dimunculkan ke permukaan publik oleh Denny Indrayana melalui akun twitternya pada hari Minggu (28/05/23).

Hal itu beriringan dengan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi UU Pemilu dimohonkan oleh enam warga sipil yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. Uji materi terhadap beleid tersebut memunculkan isu penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024.

Polemik tersebut dapat membelah publik dalam perspektif terbatas. Sejumlah partai politik dengan tegas menolak penerapan sistem proporsional tertutup dan tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka, karena ditengarai sebagai kemunduran demokrasi. Sebagian lain menganggap sistem proporsional terbuka menjamin kesempatan bagi pemilih untuk menentukan siapa yang mewakilinya. Hanya partai PDI-P mendukung dikembalikannya sistem proporsional tertutup, sikap ini diikuti oleh Partai Bulan dan Bintang (PBB).

Perkara yang diregister dengan No. 114/PUU-XX/2022 yang tengah ditunggu-tunggu oleh publik, akhirnya telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, 15 Juni 2023. Hasilnya, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, artinya Pemilu tetap mengadopsi sistem proporsional terbuka. Terlepas dari itu, dalam tulisan ini, penulis kembali menelaah gonjang-ganjing yang dihadapi melalui beberapa pendapat tentang sistem proporsional tertutup dan proporsional terbuka, dengan mencoba menawarkan gagasan melampaui dari kedua sistem tersebut dengan pembahasan yang lebih krusial.

Proporsional Tertutup

Menyicip orde baru sekali lagi. Pada akhir tahun 1960-an, setidaknya ada dua literatur ilmu politik yang memberikan inspirasi bagi Orde Baru tentang bagaimana kehidupan sistem politik di masa itu dan di masa depan akan berjalan. Salah satunya, tulisan Samuel P. Huntington berjudul Political Order in Changing Societies (1968) bicara tentang pentingnya ketertiban dan stabilitas politik, mengilhami Orde Baru tentang perlunya membentuk struktur politik yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Politik tidak boleh gaduh, perlu disederhanakan dan dipermudah. Baik sistem kepartaian dan sistem pemilu ditandai dengan penyederhanaan partai melalui fusi partai politik dikombinasi dengan sistem proporsional tertutup menghadirkan ciri prosedural, formalitas, serta dominasi politik elit yang begitu kuat. Untuk itu politik yang tertib dan patuh hanya mungkin, jika segala perdebatan kebijakan politik dan ekonomi di masyarakat tidak berbasiskan ideologi sebagai kriteria penentu baik atau buruknya sebuah pilihan kebijakan.
Sistem Pemilu proporsional tertutup (closed-list) pertama kali diadopsi pada Pemilu tahun 1955-1999. Sistem ini tidak memungkinkan pemilih untuk secara langsung menentukan anggota legislatif yang akan mewakili mereka. Dengan kata lain, pemilih hanya mencoblos partai politik, bukan kandidat. Dalam sistem ini, partai politik telah menetapkan para calon anggota legislatif yang akan memperoleh kursi, nomor urut kandidat biasanya menentukan perolehan kursi tersebut.

Tentu sudah menjadi hal ihwal, suatu sistem memiliki kelebihan dan kekuranganya masing-masing. Seperti kekurangan dan kelebihan yang ada pada sistem proporsional tertutup ini. Sistem proporsional tertutup memiliki beberapa kelebihan, diantaranya dapat mengurangi biaya politik yang sangat besar, dapat memperkuat kaderisasi partai politik, dan minim terjadinya politik uang (money poltik).

Di samping itu, sistem proporsional tertutup mengandung beberapa kekurangan, diantaranya membatasi interaksi antara calon pemilih dari pemilih (masyarakat) dan dapat memunculkan potensi partai jadi otoriter.

Proporsional Terbuka

Sistem pemilu proporsional terbuka yang pertamakali dilakukan pada tahun 2004 ini bertujuan untuk mengurangi mobilisasi dan dominasi dari partai politik atau elite tertentu seperti yang sudah terjadi pada zaman Orde Baru (Orba).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun