Mohon tunggu...
Khoerun Nisa
Khoerun Nisa Mohon Tunggu... Lainnya - Siswi / Pelajar

Mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Seni

Sejarah Budaya Kotekan Lesung

13 September 2024   16:00 Diperbarui: 13 September 2024   16:02 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar : discoverpctn.blogspot.com

PENDAHULUAN :

A. Pengertian
     
     Kotekan lesung adalah sebuah permainan instrumen musik tradisional kerakyatan yang hidup di desa Kaligondang kabupaten Purbalingga Jawa Tengah yang memiliki keunikan. Kesenian ini sudah hampir punah di kabupaten Purbalingga, dan hanya terdapat di desa Kaligondang. Banyak palsafah hidup yang bisa ditarik dalam permainan musik kotekan ini.

     Kotekan lesung sebenarnya memiliki nilai filosofi tentang semangat gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat. Dan juga sebagai ungkapan kebahagiaan atas hasil bertani yang telah didapatkan. Namun di waktu sekarang ini lesung bisa dikatakan menjadi barang yang langka.

ISI :
 
A. Latar Belakang

     Permainnan musik ini berawal
dari kejenuhan para ibu-ibu tani dalam
mengolah hasil pertanian mereka.
Kegiatan ini biasanya dilakukan pada
malam menjelang pagi hari, siang setelah
aktifitas kegiatan di sawah maupun rumah
tangga selesai , sore ataupun malam hari.
Musik yang digunakan sebagai selingan untuk mengusir rasa lelah dan ngantuk pada saat mengolah padi tersebut, dimainkan antara 2 sampai 10 orang. Permainan musik ini berpasangan (jika menggunakan lumpang maka satu
lumpang hanya 2 orang, sedang jika
menggunakan lesung maka dapat
dimainkan oleh 4 sampai 10 orang
tergantung panjang lesung).

B. Instrumen Kotekan Lesung

     Lesung yang digunakan untuk permainan musik kotekan memiliki panjang sekitar 2 hingga 3 meter berbentuk kotak dengan lebar 25-30 cm dan tinggi 30-40 cm. Dengan lubang panjang 1 hingga 2 meter , lebar 20 cm dan tinggi 20 cm. Kayu yang digunakan adalah kayu jati tua, nangka, mangga dan trembesi. Kekeringan kayu yang digunakan sekitar 60 hingga 75 % sebab jika terlalu kering akan pecah, demikian pula jika terlalu basah akan perjadi penyusutan sehingga bentuknya berubah dan suara yang dikeluarkan tidak bagus. Alu atau antan berbentuk selinder dengan panjang sekitar 1,5 hingga 2 meter dengan diameter sekitar 6-8 cm pada bagian tengah agak ke bawah diameter lebih kecil yaitu sekitar 4-5 cm untuk pegangan tangan pemain agar tidak naik atau turun. Panjang Alu disesuaikan dengan tinggi badan pemain musik kotekan. Alu terbuat dari katu yang kuat seperti kayu petai cina (mlandingan), pinus, dan nangka.

C. Penampilan kotekan lesung

     Penampilan kotekan lesung dalam bentuk pementasan menggunakan segala sesuatu yang bersifat sangat sederhana.
Pakaian menggunakan pakaian kerja para
ibu tani dengan kain sebatas lutut, kebaya dengan lengan di tarik hungga dibawah
siku, tutup kepala menggunakan caping.
Demikian pula dengan rias yang digunakan seperti riasan sehari-hari hanya ditambah pemerah bibir.
Tata suara menggunakan tata suara alami dengan tanpa pengeras suara,
karena suara lesung dapat terjangkau hingga sekitar 200 m lebih. Suara akustik
memiliki eksotisme yang tinggi, karena dari suara yang dikeluarkan terdapat
terdengar keriuhan dan keriangan para petani setelah menuai panen padi.
Tata panggung tidak ada, hanya menggunakan alas tanah dengan 2 batangkayu sebagai alas/dudukan lesung agar suara yang terdengan menjadi nyaring. Pementasan dilakukan di tempat terbuka maupun tertutup. Jika di tempat tertutup maka ruangan harus agak lebar agar suara dapat keluar dan tidak memekakan telingga. Ada lampu penerang walau hanya menggunakan lampu neon saja, sehingga penonton dapat melihat aktivitas para pemain. Seperti terlihat di bawah (dari kiri mbok Kasiem, mbok Karti dan mbok Samilah ) sedang memainkan lagu Kangaten pada malam hati dengan
penerangan lampu neon. Musik kotekan jika ditampilkan pada saat ada suatu acara, misalnya acara bersih desa, 17 Agustus, hajatan dll ditampilkan pada awal acara sebagai tanda
untuk berkumpul (mengundang masyarakat berkumpul di tempat asal suara kotekan). Lagu biasa dimainkan dan disenangi masyarakat adalah Sekar Lempang, Kanganten, Bluluk Ceblok dan Lambang Sari. Khusus untuk acara pertemuan penganten menurut Hadi (wawancara 21 Agustus 2007) maka lesungan dengan lagu Kanganten dilanjutkan gamelan dengan gending Kodok Ngorek.

PENUTUP

A. Kesimpulan :

     Kotekan lesung adalah sebuah
permainan musik yang mengunakan
instrumen lesung dan alu sebagai
penghasil bunyi dan sebagai media
untuk interaksi sosial. Dalam kotekan lesung terdapat simbol-simbol dan
ekspresi yang menggambarkan
kehidupan para petani Jawa yang
sederhana baik lewat bentuk instrumen, penyanyian maupun lagu yang diciptakan. Kotekan lesung memiliki fungsi sebagai alat komusikasi yang menandakan untuk
berkumpul, pengusir roh halus pada
saat terjadi gerhana dan hiburan untuk
mengusir kejenuhan. Bentuk kotekan lesung merupakan permainan poli ritmik dengan pengulangan. Permainan musik
Dalam permainan kotekan lesung
terkandung nilai kehidupan: sabar,
temen, ikhlas, mituhu dan budi luhur
yang merupakan anutan kehidupan
masyarakat Jawa. Hal tersebut dapat
diturunkan kepada generasi berikutnya
melalui kegiatan yang menyenangkan
yaitu permainan musik sehingga
pendidikan yang dilakukan tidak terasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun