Dunia yang Memisahkan
Ketika perang saudara mulai melanda negeri mereka, hidup berubah drastis. Damar, yang terlibat dalam gerakan melawan pemerintah yang represif, menjadi buronan. Ia harus melarikan diri ke pedalaman, meninggalkan Laras tanpa kepastian. Sebelum pergi, ia menulis sepucuk surat:
"Laras, cinta kita mungkin tak bisa bertahan di dunia ini, tetapi aku percaya, di suatu tempat yang lebih damai, kita akan bertemu kembali."
Laras mendengarkan setiap kata Damar seperti seorang murid yang belajar dari gurunya. Cinta mulai tumbuh di antara mereka, bukan hanya dari kata-kata, tetapi juga dari keheningan yang mereka bagi.
Namun, cinta mereka bukan tanpa rintangan. Laras adalah putri seorang petani miskin, sementara Damar berasal dari keluarga yang sedikit lebih berada tetapi memberontak melawan warisan keluarganya.
Tetangga-tetangga sering membicarakannya. "Kenapa Laras belum menikah?" tanya mereka. "Ia terlalu sibuk memikirkan seseorang yang tidak akan pernah kembali," jawab yang lain.
Namun Laras tetap setia pada kenangannya. Baginya, Damar bukan hanya cinta, tetapi juga pengingat akan dunia yang lebih besar, dunia yang penuh dengan harapan meskipun kacau.
Pertemuan Kembali yang Menggetarkan
Suatu malam, ketika Laras berjalan pulang dari pasar, ia melihat seseorang berdiri di bawah pohon ketapang tua. Tubuh pria itu kurus, tetapi matanya tetap memancarkan semangat yang sama seperti dulu. Itu adalah Damar.
"Damar?" Laras hampir tidak percaya dengan penglihatannya.
"Ya, ini aku," jawab Damar, suaranya serak. "Aku kembali, Laras. Tetapi hanya sebentar."