Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hijrah ke Yogyakarta

31 Januari 2025   21:10 Diperbarui: 31 Januari 2025   21:10 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemindahan Ibu Kota RI dari Jakarta ke Yogyakarta(Kesbangpol Kulonprogo)


OLEH:Khoeri Abdul Muid


Udara dingin dini hari menyelimuti Stasiun Tugu. Kabut tipis masih menggantung di atas rel-rel besi yang sunyi. Hanya ada beberapa orang berseragam PETA dan Barisan Pelopor yang berjaga dengan senjata sederhana di tangan mereka. Tepat pada tanggal 4 Januari 1946, sebuah kereta yang membawa harapan bangsa tiba di stasiun itu.

Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta turun dari gerbong dengan langkah tegap, meski kelelahan jelas tergambar di wajah mereka. Hijrah ke Yogyakarta bukan keputusan yang mudah, tetapi satu-satunya cara untuk menyelamatkan republik yang masih seumur jagung ini dari ancaman Belanda yang terus memburu di Jakarta.

Sebelumnya, dalam pertemuan rahasia, para pemimpin Republik sepakat bahwa Jakarta tidak lagi aman. Intelijen melaporkan bahwa Belanda, dengan dukungan tentara Sekutu, tengah merencanakan aksi untuk menangkap pemimpin republik dan meruntuhkan pemerintahan yang baru saja berdiri. Dengan hati berat, Bung Karno dan Bung Hatta bersama para pejabat negara memilih untuk berpindah ke Yogyakarta, sebuah kota yang masih setia dalam pelukan revolusi.

Setibanya di Stasiun Tugu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX telah menanti. Beliau menyambut dengan hormat dan kebanggaan, menegaskan bahwa Yogyakarta siap menjadi ibu kota Republik Indonesia. Tanpa ragu, Sultan menawarkan Istana Kepresidenan Gedung Agung sebagai tempat bagi Bung Karno untuk menjalankan roda pemerintahan.

Dalam keheningan pagi itu, sebuah babak baru dalam sejarah Indonesia dimulai. Dari kota budaya ini, semangat perjuangan kembali dikobarkan. Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan dan perlawanan, tempat di mana rakyat dan pemimpin bersatu mempertahankan kemerdekaan.

Bung Karno menatap langit yang perlahan mulai terang. "Ini bukan sekadar perpindahan tempat," ucapnya lirih pada Bung Hatta, "ini hijrah untuk mempertahankan cita-cita bangsa."

Dan dengan itu, di kota yang sederhana tetapi penuh keberanian ini, Indonesia melanjutkan perjuangannya. Yogyakarta, sang ibu kota revolusi, telah resmi menyambut pemimpinnya. Sejak saat itu, Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan negara RI, tempat lahirnya berbagai kebijakan penting untuk mempertahankan kemerdekaan.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun