Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gudang Pikiran

3 Januari 2025   05:00 Diperbarui: 3 Januari 2025   03:02 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Gudang Pikiran. dokpri

Ketika rasa takut itu muncul, Arka membayangkannya seperti bongkahan kayu kasar yang harus dipahat. Setiap ketakutan diubah menjadi serpihan kecil yang jatuh ke tanah. Semakin dalam ia menggali pikirannya, semakin jelas bentuk yang ia cari: ketenangan yang sederhana namun kokoh.

Namun, proses itu tidak mudah. Suatu malam, Arka dihantui bayangan-bayangan masa lalunya. Pernah, ia gagal memenuhi pesanan penting karena salah perhitungan. Rasa malu itu begitu kuat hingga ia hampir berhenti menjadi pemahat. Tapi, ia mengingat nasihat Ki Ranu: "Mana yang harus kau lepaskan?" Perlahan, Arka belajar menerima kesalahannya sebagai bagian dari perjalanan.

Setelah berminggu-minggu merenung, Arka membuat pahatan terbaik yang pernah ia buat---sebuah karya abstrak yang memancarkan ketenangan dan kebijaksanaan. Pahatan itu terdiri dari bentuk-bentuk geometris yang saling berhubungan, menciptakan kesan harmoni dan keseimbangan. Pada bagian tengahnya, terdapat bentuk menyerupai lentera, simbol cahaya yang menerangi jalan bagi mereka yang tersesat dalam pikirannya sendiri.

Arka membawa pahatan itu ke Ki Ranu. "Ki, aku telah memahami apa yang kau katakan. Pikiran ini memang seperti gudang. Aku hanya perlu membereskannya."

Ki Ranu tersenyum bangga. "Kau telah menemukan kunci untuk menguasai pikiranmu, Arka. Dan ingatlah, mereka yang menguasai pikirannya akan terbebas dari belenggu kejahatan. Teruslah jaga gudang kesadaranmu agar selalu bersih dan penuh cahaya."

Pahatan itu kemudian diletakkan di alun-alun desa. Di bawah sinar matahari pagi, pahatan itu memancarkan kehangatan, seolah-olah benar-benar menjadi lentera bagi setiap orang yang melihatnya. Warga desa mulai terinspirasi oleh cerita Arka. Mereka juga mencoba merenung, masuk ke dalam pikiran mereka sendiri, dan menemukan kedamaian yang selama ini tersembunyi.

Arka, kini, dikenal bukan hanya sebagai pemahat yang berbakat, tetapi juga seorang yang mampu membimbing orang lain untuk menemukan jalan keluar dari belenggu pikiran mereka. Dan Ki Ranu? Ia tersenyum puas, mengetahui bahwa warisan kebijaksanaannya telah diteruskan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun