OLEH: Khoeri Abdul Muid
Di sebuah kampus ternama bernama Universitas Surya Muda, muncul seorang mahasiswi baru bernama Ratih. Wajahnya bagaikan rembulan, senyumnya semanis madu, dan tutur katanya mampu membuat siapa pun terpikat. Kampus itu sendiri selalu sibuk dan penuh semangat, dengan mahasiswa yang berlalu-lalang di antara gedung-gedung modern yang megah, tempat ide-ide segar terus bermunculan. Namun di balik kecantikannya, tersembunyi sesuatu yang gelap.
Ratih baru pindah dari kota lain, mengambil jurusan komunikasi di kampus itu. Kehadirannya langsung menarik perhatian banyak mahasiswa dan dosen. Di ruang dosen, Bu Mira, salah satu pengajar senior, berkata, "Mahasiswi seperti Ratih ini bisa menjadi duta kampus. Siapa tahu, dia bisa membawa nama baik universitas kita."
Namun, beberapa bulan setelah Ratih mulai kuliah, suasana kampus perlahan berubah. Kelompok-kelompok mahasiswa yang biasanya kompak mulai menunjukkan ketegangan. Forum diskusi yang dulu hangat kini dipenuhi argumen. Bahkan, beberapa acara himpunan terpaksa dibatalkan karena konflik internal. Tak ada yang menyadari bahwa semua itu bermula dari Ratih.
Ratih dikenal suka berbincang dengan siapa pun. Dengan Dimas, ketua himpunan mahasiswa, ia memuji kepemimpinannya sambil berkata, "Sayang sekali ada beberapa anggota yang tidak suka dengan cara kepemimpinanmu. Aku dengar mereka sering membicarakanmu di belakang."
Kepada Rina, sekretaris himpunan, ia berbisik, "Saya dengar Dimas sering mengambil keputusan tanpa melibatkanmu. Padahal kamu kan punya banyak ide bagus."
Desas-desus yang ditiupkan Ratih mulai meresahkan. Dimas dan Rina yang dulu kompak kini saling curiga. Kelompok-kelompok mahasiswa yang berbeda organisasi mulai terpecah belah. Ratih, di sisi lain, tetap tersenyum manis dan menjadi tempat curhat banyak mahasiswa.
Suatu malam, Arif, seorang mahasiswa jurusan teknik yang diam-diam menyukai Ratih, datang ke kosnya. Ia ingin menyatakan perasaannya. Namun, sebelum sempat mengetuk pintu, ia mendengar suara Ratih berbicara dengan seseorang di dalam.
"Aku sudah bosan dengan kampus ini. Mereka semua terlalu mudah dipermainkan. Sebentar lagi, ketika semuanya kacau, aku akan pergi. Mereka tidak akan pernah tahu siapa penyebabnya."
Arif tertegun. Jantungnya berdetak kencang, campuran antara rasa sakit dan rasa tidak percaya. Ia menyadari bahwa Ratih adalah sumber dari semua kekacauan. Dengan hati berdebar, ia meninggalkan tempat itu tanpa diketahui Ratih.