Kita akan membahas penggunaan kata ini berdasarkan kerangka teoritis dari segi bahasa baku, sintaksis, dan retorika pidato.
1. Teori Bahasa Baku
Kata baku adalah bahasa yang mematuhi kaidah ejaan dan tata bahasa yang berlaku secara formal. Kata "para" masuk dalam kategori kata baku karena sudah diakui dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
2. Sintaksis: Prinsip Struktur yang Efisien
Sintaksis mempelajari hubungan kata dalam suatu kalimat. Pengulangan seperti "para-para" bertentangan dengan prinsip sintaksis yang menekankan komunikasi yang efektif dan efisien.
Contoh yang Tepat:
- Benar: "Para kiyai yang saya hormati."
- Kurang Tepat: "Para-para kiyai yang hadir pada acara ini."
Pengulangan seperti ini akan membingungkan audiens dan mengurangi kejelasan komunikasi dalam pidato.
3. Retorika dalam Pidato: Seni Mengemas Pesan dengan Tepat
Retorika adalah seni berbicara dengan tujuan mempengaruhi audiens melalui komunikasi yang persuasif dan bermakna. Dalam pidato, setiap kata harus dirancang agar dapat membangun koneksi dengan audiens, mencerminkan kesan profesional, dan mudah dipahami.
Prinsip Retorika yang Perlu Ditekankan:
- Efisiensi: Gunakan kata yang sederhana tetapi memiliki makna yang kuat.
- Formalitas: Kata harus mencerminkan kesan hormat dan profesional.
- Relevansi: Gunakan kata yang sesuai dengan konteks dan tujuan komunikasi.
Penggunaan "para-para" bisa menurunkan kesan profesional dan mengalihkan perhatian audiens.