Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR Penerbit dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penguatan Karakter Siswa Melalui Filosofi "Aja Dumeh"

17 Desember 2024   07:51 Diperbarui: 17 Desember 2024   06:17 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Penguatan Karakter Siswa Melalui Filosofi "Aja Dumeh". gurusiana.id

 OLEH: Khoeri Abdul Muid

"Aja dumeh: nggantheng/ayu, kuwat, sugih, kuwasa."
("Jangan sok: keren, kuat, kaya, kuasa.")

Pepatah Jawa ini mengajarkan kerendahan hati dan kesadaran akan keterbatasan diri di tengah berbagai kelebihan yang mungkin dimiliki. Sama seperti satu batang pohon yang bisa dijadikan jutaan batang korek api, kelebihan seseorang bisa menghasilkan banyak manfaat. Namun, kesombongan yang berasal dari kelebihan itu, layaknya satu batang korek api, dapat menghancurkan segala kebaikan yang telah diperbuat.

Dalam filsafat, "aja dumeh" adalah bentuk ajaran moral yang menekankan prinsip kesadaran diri dan keseimbangan. Prinsip ini mengingatkan manusia untuk tidak menggunakan kelebihan yang dimilikinya sebagai alat untuk merendahkan atau merugikan orang lain. Sebaliknya, kelebihan itu adalah amanah yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab.

Pesan moral ini sangat relevan untuk membentuk karakter siswa SD yang berada dalam tahap pembentukan kepribadian. Pada usia ini, siswa perlu diajarkan untuk tidak mengukur nilai dirinya dari kelebihan yang bersifat fisik, materi, atau status sosial, melainkan dari cara mereka bersikap terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya.

I. Perspektif Filsafat: Kerendahan Hati dan Kesadaran Diri

Dalam perspektif filsafat, prinsip aja dumeh erat kaitannya dengan pemikiran Stoisisme. Filosofi ini mengajarkan bahwa kekuatan sejati berasal dari pengendalian diri dan penerimaan akan kenyataan, bukan dari kelebihan atau kekuasaan yang dimiliki. Kesombongan adalah bentuk ketidakseimbangan batin yang bisa menghancurkan hubungan sosial dan makna hidup seseorang.

Di sisi lain, ajaran ini juga sejalan dengan prinsip etika kebajikan Aristotelian, yang menekankan pentingnya humilitas (kerendahan hati) sebagai salah satu kebajikan utama dalam mencapai eudaimonia atau kebahagiaan sejati. Aristoteles mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak datang dari hal-hal eksternal seperti kekayaan atau kekuasaan, tetapi dari pengembangan karakter yang mulia.

II. Teori Pendidikan yang Relevan

  1. Teori Pengembangan Moral Lawrence Kohlberg
    Pada tahap ini, anak-anak biasanya berada di tingkat konvensional, di mana mereka cenderung mengadopsi nilai-nilai dari lingkungan mereka. Ajakan untuk "aja dumeh" dapat dimasukkan dalam diskusi moral untuk membantu siswa memahami pentingnya tindakan yang mempertimbangkan kepentingan orang lain, bukan hanya kelebihan diri.
  2. Teori Belajar Sosial Albert Bandura
    Anak-anak belajar melalui observasi dan imitasi. Dengan memberikan teladan tentang kerendahan hati dari guru dan lingkungan sekolah, siswa akan meniru dan menjadikan nilai tersebut bagian dari perilaku mereka.
  3. Teori Humanistik Abraham Maslow
    Maslow menempatkan aktualisasi diri sebagai puncak dari kebutuhan manusia. Namun, aktualisasi diri sejati hanya tercapai ketika seseorang mampu mengenali bahwa kebahagiaan datang dari berbagi manfaat, bukan dari menunjukkan kelebihan diri.

III. Data dan Implikasi dalam Penguatan Karakter Siswa

Untuk memastikan nilai "aja dumeh" tertanam dalam karakter siswa, pendekatan berbasis data dapat digunakan:

  1. Observasi Perilaku Siswa
    Guru dapat mencatat perilaku siswa yang menunjukkan sikap sombong atau cenderung merendahkan teman lain karena kelebihan tertentu, seperti kepintaran, kekuatan fisik, atau status sosial.
  2. Evaluasi Budaya Sekolah
    Melakukan survei kepada siswa untuk memahami sejauh mana nilai-nilai seperti kerendahan hati, kerja sama, dan empati diterapkan dalam interaksi sehari-hari.
  3. Program Penguatan Karakter
    Melalui kegiatan seperti refleksi harian, diskusi kelompok, dan aktivitas sosial, nilai "aja dumeh" dapat diajarkan secara eksplisit dan dikontekstualisasikan dalam pengalaman nyata siswa.

IV. Strategi Manajemen untuk Penguatan Karakter

Untuk menanamkan nilai ini, berikut strategi yang dapat diterapkan:

  1. Integrasi Nilai dalam Kurikulum
    Nilai "aja dumeh" dapat diajarkan melalui mata pelajaran seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), bahasa Indonesia, dan seni budaya. Cerita-cerita inspiratif tentang kesombongan yang membawa kehancuran dapat menjadi bahan pembelajaran yang relevan.
  2. Pemberian Teladan oleh Guru
    Guru harus menjadi teladan utama dalam menunjukkan sikap rendah hati dan menghargai setiap individu tanpa memandang status atau kelebihan mereka.
  3. Kegiatan Sosial untuk Melatih Empati
    Kegiatan seperti bakti sosial, kunjungan ke panti asuhan, atau program peduli lingkungan dapat membantu siswa memahami bahwa kelebihan yang mereka miliki adalah alat untuk membantu orang lain, bukan untuk menyombongkan diri.
  4. Refleksi Harian
    Setiap hari, siswa diajak untuk menulis atau berdiskusi tentang satu hal yang mereka syukuri dan satu hal yang bisa mereka perbaiki dalam interaksi dengan orang lain. Ini membantu mereka mengembangkan kesadaran diri dan empati.

Penutup

Nilai "aja dumeh" adalah ajakan untuk senantiasa rendah hati di tengah kelebihan yang dimiliki. Sebab, seperti satu batang korek api yang dapat membakar jutaan pohon, kesombongan bisa menghancurkan segala kebaikan yang telah dibangun. Dalam konteks pendidikan, nilai ini sangat relevan untuk membangun karakter siswa SD yang kuat, penuh empati, dan siap menghadapi kehidupan dengan hati yang terbuka.

Melalui pendekatan filosofis, teori pendidikan, dan strategi manajemen yang tepat, nilai-nilai ini dapat diinternalisasikan dalam setiap siswa. Dengan demikian, mereka tidak hanya tumbuh menjadi individu yang cerdas, tetapi juga bijaksana dan berkarakter mulia. Sebab, barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan. Dan barang siapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun