Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR Penerbit dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya Baru

16 Desember 2024   04:49 Diperbarui: 16 Desember 2024   04:49 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. cnnindonesia.com

Lelaki tua itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih, Nona. Semoga cahaya lilinmu menerangi jalanmu sendiri."

Saat malam tiba, Nara duduk sendirian di toko, menatap lilin-lilin yang menyala redup di rak. Kata-kata Sita dan lelaki tua tadi bergema di kepalanya.

Seorang sahabat lama, Hadi, datang menjenguk. "Nara, kenapa kamu masih bertahan di sini? Kota ini, hidup ini... semuanya tidak adil padamu. Kamu bisa menjual toko ini dan memulai hidup baru."

"Aku tidak bisa, Hadi," jawab Nara. "Ini satu-satunya yang aku punya. Toko ini adalah warisan Tama, tempat kenangan kami hidup. Bagaimana aku bisa meninggalkannya?"

"Tapi kenangan tidak bisa memberimu makan, Nara. Mereka tidak bisa membayar hutangmu," desak Hadi.

Nara terdiam lama, menatap lilin yang hampir padam di depannya. "Mungkin kebahagiaan bukan tentang memiliki lebih banyak, Hadi. Mungkin itu tentang menerima apa yang sudah ada. Aku tidak butuh lebih dari ini. Aku hanya butuh damai."

Beberapa minggu berlalu. Nara terus menjalani hidupnya di toko kecil itu, dengan senyum tenang meskipun kesulitan terus mengintainya.

Namun, suatu malam, pasar terbakar. Api melahap segala yang ada di sekitarnya, termasuk toko lilin Nara. Dia hanya bisa berdiri di kejauhan, melihat semuanya berubah menjadi abu. Hadi datang dengan panik.

"Nara! Ini kesempatanmu untuk pergi! Kamu tidak punya apa-apa lagi di sini!" serunya.

Nara memandang api yang membakar semua kenangannya, tetapi air matanya tak keluar. Dia hanya tersenyum tipis. "Tidak, Hadi. Aku masih punya sesuatu---aku masih punya diriku sendiri."

Dia berbalik pergi, meninggalkan sisa-sisa toko yang pernah menjadi dunia kecilnya. Dalam hati, dia tahu bahwa kebaikan yang ia tanam membuahkan hasil di saat tak terduga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun