OLEH: Khoeri Abdul Muid
Hari itu, udara pagi cerah dengan sinar matahari yang berkilauan lembut menembus jendela kelas SD Fantasia. Burung-burung beterbangan dengan riang, seakan-akan turut merayakan semangat yang berhembus di sekolah sederhana itu.
Guru Nadhi, dengan senyum ramahnya yang menawan, sedang sibuk menyiapkan perlengkapan kegiatan belajar untuk anak-anak. Matanya berkilauan seperti embun pagi, mencerminkan semangat yang tak pernah padam dalam mendidik.
Beliau adalah sosok guru yang berbeda---cerdas, lembut, dan selalu berusaha memahami anak-anaknya. Bahkan anak-anak sering memanggilnya dengan sebutan "Kang Apik" karena keramahan dan ketulusan hatinya yang membuat setiap anak merasa nyaman dan aman belajar bersama.
Tetapi, pada hari itu, ada sesuatu yang berbeda. Nadhi merasakan gelisah yang tak biasa. Ada firasat yang datang tanpa sebab yang jelas.
Sepulang dari sekolah, Nadhi bertemu dengan suaminya, Hadi, yang menjemputnya dengan senyum penuh ketulusan seperti biasa. Namun, ada kerutan kecil di wajahnya yang tak bisa ia sembunyikan.
"Assalamu'alaikum, Bu Nadhi!" sapa Hadi dengan senyum, tetapi terlihat ada kegelisahan di balik matanya.
"Wa'alaikumussalam, Mas!" balas Nadhi sambil menyerahkan tasnya kepada Hadi.
Ada sesuatu dalam nada suaminya yang terasa aneh. Nadhi memilih untuk diam dan membiarkan obrolan ringan mengisi perjalanan mereka ke rumah.
Namun, ketika mereka duduk santai di ruang tamu, Hadi mendadak membuka pembicaraan yang membuat jantung Nadhi berdebar.
"Bu Nadhi, ada yang harus kita bicarakan. Ini serius," kata Hadi sambil menatap istrinya.