OLEH: Khoeri Abdul Muid
Langit malam di Lembah Al-Nur terasa lebih gelap dari biasanya. Malik, seorang pemuda yang dilanda kebimbangan tentang imannya, menatap bintang-bintang di atas. Ia merasa hampa, seolah ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. "Jika Allah benar-benar mengutus para nabi, mengapa hidup terasa begitu berat?" gumamnya lirih.
Malam itu, saat Malik termenung di tepi lembah, tiba-tiba angin dingin berhembus. Ia merasakan sesuatu yang aneh, seperti ada yang memanggilnya. Dari kejauhan, ia melihat cahaya lembut yang bergerak mendekat. Cahaya itu membentuk sosok manusia dengan sinar yang tak menyilaukan.
"Malik," suara lembut itu terdengar langsung di hatinya. "Engkau sedang mencari kebenaran, bukan?"
Malik tersentak. "Siapa kamu?" tanyanya dengan suara gemetar.
"Aku utusan yang diutus untuk membawamu melihat tanda-tanda kebesaran Allah melalui perjalanan para rasul-Nya. Bersiaplah, karena malam ini imanmu akan diuji."
Sebelum Malik sempat bertanya lagi, tubuhnya terasa ringan. Ia terbang bersama cahaya itu, melewati dimensi yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Saat ia membuka mata, ia mendapati dirinya berdiri di tepi sebuah laut luas. Di depannya, lautan terbelah, membentuk jalan dengan dinding air yang menjulang tinggi di kedua sisinya. Orang-orang berlarian di tengah jalan itu, wajah mereka penuh harap dan ketakutan.
"Itu Musa," kata suara di hati Malik. Ia menunjuk seorang pria yang berdiri di depan, memegang tongkat, memimpin umatnya dengan keyakinan yang tak tergoyahkan.
Malik terpaku melihat keajaiban itu. Ia mencoba mendekat dan merasakan hembusan angin dari dinding air yang megah. Butiran air melayang di udara, berkilauan seperti berlian. Malik terpesona.
"Inilah salah satu mukjizat Allah," kata suara itu lagi. "Musa diutus untuk membebaskan umatnya dari tirani, dan mukjizat ini adalah bukti kekuasaan Allah yang tak terbatas."
Tiba-tiba, Malik merasakan cahaya terang menyelimuti dirinya. Ia kini berada di sebuah desa kecil. Di sana, seorang pria dengan wajah penuh kelembutan tengah memegang tangan seorang buta.
"Bangkitlah, dan lihatlah dunia," kata pria itu. Seketika, mata si buta terbuka, dan ia menangis bahagia. Orang-orang berseru memuji Allah.
"Itu Isa," bisik suara di hati Malik. "Ia diutus untuk membawa cinta dan penyembuhan, mengingatkan manusia akan kasih sayang Allah."
Malik mendekat. Ia merasakan kehangatan luar biasa dari sosok itu, seolah cinta dan kedamaian memenuhi seluruh udara.
Sekali lagi, Malik merasakan tubuhnya melayang. Kini ia berada di tengah gurun pasir. Di sana, seorang pria dengan wajah bercahaya berdiri, menyampaikan wahyu dengan penuh kebijaksanaan kepada sekelompok orang.
"Itu Muhammad ," kata suara itu. "Ia adalah nabi terakhir, pembawa risalah yang berlaku hingga akhir zaman."
Malik mendengar ayat-ayat Al-Qur'an yang dibacakan, dan hatinya bergetar. Setiap kata terasa menembus jiwanya, memberikan kedamaian yang belum pernah ia rasakan.
"Risalah ini adalah petunjuk untuk seluruh manusia, termasuk dirimu," bisik suara itu.
Saat perjalanan itu berakhir, Malik mendapati dirinya kembali di lembah. Namun, hatinya telah berubah. Ia kini memahami kebesaran Allah dan pentingnya iman kepada para rasul.
Ia menatap langit dengan air mata mengalir. "Ya Allah, terima kasih telah menunjukkan kebesaran-Mu. Aku berjanji akan menjadi hamba yang lebih baik."
Dari kejauhan, cahaya itu kembali muncul, seperti melambai padanya. Malik tahu, ia tak pernah sendirian. Para nabi adalah bukti cinta Allah kepada manusia, dan iman kepada mereka adalah jembatan menuju kedekatan dengan-Nya.
Hari itu, Malik melangkah ke depan dengan hati penuh keyakinan, siap menyebarkan cahaya iman yang baru ia temukan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI