OLEH: Khoeri Abdul Muid
Ponco: Mas Silo, aku baru tahu kalau ada kritik soal konteks politik saat Soekarno menyampaikan pidato Pancasila. Jadi, katanya pidato itu terpengaruh oleh situasi politik saat pendudukan Jepang, ya?
Silo: Betul, Ponco. Kritik ini banyak dibahas dalam Jurnal STKIP PGRI Tulungagung dan Jurnal Universitas Sebelas Maret. Banyak akademisi yang menyoroti bagaimana Soekarno mengusung nilai-nilai kebangsaan dalam pidatonya, tapi juga harus menyesuaikan diri dengan situasi politik yang saat itu berada di bawah pendudukan Jepang.
Ponco: Jadi, menurut mereka, ada kepentingan politik Jepang yang ikut mempengaruhi pidato tersebut?
Silo: Iya, itu salah satu kritiknya. Pada masa itu, Jepang berusaha untuk mendapatkan dukungan dari para pemimpin lokal untuk memperkuat posisi mereka di Indonesia. Pancasila, dalam konteks ini, bisa dilihat sebagai bagian dari upaya untuk mendapatkan legitimasi dari Jepang, meski di sisi lain Soekarno juga mengusung semangat kebangsaan dan kemerdekaan.
Ponco: Jadi, ada semacam kompromi politik dalam pidato tersebut?
Silo: Tepat sekali, Ponco. Meskipun Soekarno dengan tegas mengemukakan nilai-nilai kebangsaan, dalam praktiknya ia harus memperhitungkan realitas politik dan tekanan dari penjajah. Kritik ini muncul karena beberapa pihak merasa bahwa Pancasila, meski bernilai luhur, tidak bisa dipisahkan begitu saja dari pengaruh dan dinamika politik saat pendudukan Jepang.
Ponco: Wah, jadi meski Pancasila itu menjadi dasar negara yang kuat, tetap saja ada pengaruh politik tertentu saat pidato itu disampaikan?
Silo: Betul sekali. Kritik ini tidak mengurangi pentingnya Pancasila sebagai dasar negara, tetapi lebih menyoroti bagaimana Pancasila tidak terlepas dari konteks sejarah dan politik masa itu. Jadi, meskipun pidato itu sangat visioner, ia juga dipengaruhi oleh situasi yang penuh dengan dinamika politik internasional dan kolonialisme.
Kritik ini mengingatkan kita untuk selalu melihat setiap peristiwa sejarah dalam konteksnya, memahami pengaruh yang ada pada saat itu, dan bagaimana hal tersebut membentuk ideologi yang kemudian menjadi dasar negara Indonesia.