Farhan merasa ada yang mengganjal. "Melepaskan?" ia mengulang. "Tapi jika saya melepaskan semua yang saya inginkan, apa yang tersisa untuk saya?"
Kyai Ahmad tidak menjawab langsung. Ia berdiri dan menatap langit sejenak, kemudian kembali memandang Farhan. "Cobalah untuk melepaskan, dan lihat apa yang akan datang padamu."
Penuh kebingungannya, Farhan menghabiskan waktu berhari-hari di pesantren, merenung tentang kata-kata Kyai Ahmad. Namun, semakin ia berusaha melepaskan, semakin ia merasa kehilangan arah. Semua yang ia impikan---karier, cinta, kebahagiaan---tiba-tiba terasa semakin jauh.
Pada suatu malam, saat Farhan sedang duduk sendirian di tepi sungai yang mengalir deras di luar pesantren, ia bertemu dengan seorang wanita misterius. Nadia. Wajahnya cantik, namun ada sesuatu yang aneh, seolah-olah ia berasal dari dunia yang berbeda.
"Kau terlihat bingung," Nadia berkata lembut, mendekati Farhan.
Farhan menatapnya tajam, lalu membuang pandangan. "Aku sedang mencoba melepaskan semua yang aku inginkan. Tetapi aku merasa semakin terperangkap," jawabnya dengan nada putus asa.
Nadia tertawa kecil. "Lepaskan semua, Farhan, dan kau akan mendapat apa yang lebih baik."
Farhan menoleh, bingung. "Apa maksudmu? Apa yang lebih baik dari ini?"
Nadia tersenyum penuh misteri. "Kadang-kadang, yang kita anggap sebagai pengorbanan, sebenarnya adalah jalan menuju kebahagiaan sejati."
Malam itu, Farhan merasa ada sesuatu yang berubah. Suara hati dan kata-kata Nadia terus bergema. Ia memutuskan untuk melakukan apa yang Kyai Ahmad sarankan---melepaskan keinginan-keinginan duniawi.
Keesokan harinya, Farhan memutuskan untuk pergi ke pasar, menjual segala barang berharganya, dan membagikan hasilnya kepada yang membutuhkan. Ia mengabaikan segala ambisi pribadinya dan hanya mengikuti dorongan hati untuk memberi. Selama seminggu penuh, ia menjalani hidup tanpa tujuan yang jelas, hanya mengikuti aliran hidup.