Konflik meledak. Aku berdiri, menatapnya dengan bingung. "Ayah, ini bukan soal melawan tradisi. Ini soal memahami dan mencari kebenaran."
"Kebenaran apa? Kau menggali lubang yang hanya membawa kebingungan. Fokuslah pada kehidupan nyata, bukan dongeng masa lalu," tegas Ayahku.
Mastini berdiri dan menyentuh lenganku, mencoba menenangkanku. "Tono, mungkin Ayahmu punya maksud lain. Tapi, apa kau pernah bertanya pada dirimu sendiri, apa sebenarnya yang kau cari dari semua ini?"
Malam itu, aku terdiam lama setelah mereka pergi. Pertanyaan Mastini terus bergaung di kepalaku. Apakah ini tentang mencari kebenaran, atau hanya tentang membuktikan aku lebih tahu?
Di sudut pelataran, bayang-bayang senja yang memudar menjadi saksi perdebatan panjang. Sejarah, kepercayaan, dan pencarian kebenaran---semuanya bertumpuk menjadi satu. Tapi di tengah semuanya, ada pertanyaan yang tetap menggantung tanpa jawaban: siapa sebenarnya Dzul Qornain?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H