OLEH: Khoeri Abdul Muid
Senja di pelataran rumah tua itu terasa ganjil. Angin membawa aroma basah tanah yang tak biasa, seakan ada rahasia besar yang hendak terkuak. Aku duduk berhadapan dengan Mastini, sahabat sekaligus lawan diskusi yang tak pernah gagal membuat pikiranku tergelitik.
"Mastini, apa kau tahu mengapa Alexander Agung, atau Iskandar dalam bahasa Arab, disebut sebagai Dzul Qornain oleh sebagian mufasir?" tanyaku sambil memutar cangkir teh di tanganku.
Mastini tersenyum tipis, matanya yang tajam langsung menatapku penuh selidik. "Tentu. Tapi aku yakin, kau bukan bertanya karena tidak tahu jawabannya. Apa yang kau cari kali ini, Tono?"
Aku tertawa kecil, mengakui tuduhannya. "Kau benar. Aku hanya ingin melihat sejauh mana pemahamanmu. Bagaimana dengan makna literal dari Dzul Qornain?"
Ia mengambil jeda, lalu menjawab dengan tenang. "Dzul dalam bahasa Arab itu serba guna, seperti 'de,' 'das,' atau 'dis' dalam bahasa Etruska. Bisa bermakna positif---pemilik sesuatu---atau sebaliknya. Tapi, apakah itu cukup menjelaskan siapa sebenarnya Dzul Qornain?"
Aku mengangguk perlahan. "Persis! Itulah inti pertanyaan yang sering membuat para mufasir terpecah. Banyak yang percaya bahwa Dzul Qornain adalah Alexander Agung, tapi benarkah ia sosok yang berani menghadapi gajah dan nyamuk di India, sementara ia sendiri tercatat takut pada dua hal itu?"
Mastini tersenyum lebih lebar. "Itu adalah kesalahan narasi sejarah yang sering direproduksi. Tapi, Tono, bukankah pertanyaan yang lebih penting adalah: apakah kita, sebagai generasi penerus, terus mengulang pemahaman yang tidak utuh atau mencoba memahaminya dengan cara baru?"
Aku tertegun. Jawabannya seperti cambuk yang menyentak kesadaranku. Namun, sebelum aku sempat merespons, suara keras dari dalam rumah memecah keheningan.
"Sudah cukup perdebatanmu, Tono!" teriak suara berat Ayahku. Ia berdiri di ambang pintu dengan sorot mata marah. "Kau terlalu sibuk mencari jawaban atas hal-hal yang bahkan para ulama besar pun tidak sepakat. Bagaimana kau bisa mengabaikan masalah nyata di depan mata?"