Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mampir Minum

2 Desember 2024   23:24 Diperbarui: 2 Desember 2024   23:59 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Mampir Minum. dokpri

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di bawah rindangnya pohon beringin tua, Wira berhenti, menghapus keringat yang menetes di dahinya. Perjalanannya kembali ke desa ini adalah pilihan terakhir setelah semua usahanya di kota gagal. Namun, ia tidak menyangka betapa sepinya desa yang dulu ramai dengan suara anak-anak dan tawa penduduk. Di tepi jalan, gentong air sederhana berdiri seperti saksi bisu, menawarkan kesegaran kepada siapa pun yang membutuhkan.

Wira menyesap air dari gayung tempurung kelapa, merasakan kesegaran yang menenangkan. Namun, pikirannya tetap gelisah. Bagaimana ia akan memulai kembali hidupnya di tempat yang terlihat mati seperti ini?

"Kowe lelah, Le?" Suara tua namun ramah membuyarkan lamunannya.

Wira menoleh dan mendapati seorang kakek dengan tongkat kayu berdiri tak jauh darinya. "Mampirlah ke rumah, Le. Ora usah sungkan."

Wira mengikuti langkah kakek itu ke sebuah rumah kecil di dekat gentong. Rumah itu sederhana, tapi bersih dan rapi. Di meja kayu, kakek itu menyuguhkan teh hangat.

"Kek," kata Wira setelah beberapa saat, "Kenapa njenengan masih menyediakan gentong air di tepi jalan? Bukankah orang-orang sudah jarang lewat?"

Kakek itu tersenyum bijak. "Urip iku mung mampir ngombe, Le. Kita tidak tahu siapa yang akan lewat. Meski sedikit, kita harus tetap memberi."

Wira tertegun. Namun, sebelum ia sempat menjawab, kakek itu melanjutkan, "Tapi sekarang gentong itu bisa jadi lebih penting dari sebelumnya. Desa kita sedang kekeringan. Gentong itu jadi satu-satunya tempat warga mendapatkan air bersih."

Kata-kata itu menggema di kepala Wira. Kekeringan? Ia baru menyadari betapa sunyinya desa ini karena para warga sibuk mencari air di tempat lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun