Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dialog Ponco-Silo tentang Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

1 Desember 2024   05:05 Diperbarui: 1 Desember 2024   07:11 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bakorwilbojonegoro.com

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Soal nasib. Meski bagai langit- bumi. Ponco dan Silo merupakan teman berkelindan. Teman sinorowedi. Teman securahan hati.

Berlatarbelakang yang lain. Pendidikan Ponco mandeg sampai jenjang SMA. Sementara Silo berkesempatan mengenyam ilmu di IKIP Yogyakarta hingga S-3.

Beruntung mereka bekerja dalam lingkungan yang sama. Silo meskipun masih muda sudah dipercaya menjadi asisten Bupati. Sementara Ponco, pasukan Satpol PP. Sehingga hampir saban hari pasca-bekerja. Ponco dan Silo mengistiqomahkan kebiasaan lama. Kongko-kongko. Ngopi-ngopi. Tapi no smoking.

Sebenarnya, saat di SD, rangking Ponco lebih baik dari Silo. Sehingga meski senjang taraf pendidikannya, tapi Ponco mampu mengimbangi Silo saat bergulat pikir dalam 'guyon maton' mereka. Ya. Mereka sering berdiskusi soal apa saja. Se-mood mereka. Asiknya, dua-duanya hoby membaca buku-buku tebal dan menulis di blog "Nitizen_Bersatu".

Kali ini mereka berdiskusi tentang isi buku Negara Paripurna-nya Yudi Latif, bab sila kelima Pancasila.

Ponco: Kak Silo, di sila kelima Pancasila itu ada kata-kata "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia." Apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan itu?

Silo: Itu pertanyaan yang bagus, Ponco. Jadi, Keadilan Sosial itu sebenarnya tentang bagaimana kita memastikan bahwa semua orang, tanpa terkecuali, mendapat kesempatan yang sama untuk hidup layak, menikmati hak-hak dasar, dan tidak ada yang terpinggirkan dalam masyarakat.

Ponco: Berarti, keadilan itu bukan cuma soal hukum yang adil, kan?

Silo: Tepat sekali. Yudi Latif dalam bukunya menjelaskan bahwa keadilan sosial itu tidak hanya berhubungan dengan aspek hukum, tetapi juga dengan pembagian kekayaan, peluang, dan sumber daya dalam masyarakat. Tujuannya agar tidak ada ketimpangan yang terlalu jauh antara kelompok yang kaya dan yang miskin.

Ponco: Oh, jadi keadilan itu lebih luas dari sekadar hukum, ya? Maksudnya, kalau orang miskin nggak punya akses ke pendidikan, kesehatan, atau pekerjaan yang layak, itu nggak adil?

Silo: Betul. Keadilan sosial menuntut kita untuk menciptakan keseimbangan dan mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan miskin. Misalnya, akses pendidikan yang merata, fasilitas kesehatan yang adil, dan kesempatan kerja yang setara untuk semua orang, baik di kota besar maupun di daerah terpencil.

Ponco: Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab untuk menciptakan keadilan sosial ini?

Silo: Tentu saja negara, Ponco. Negara, dalam hal ini pemerintah, memiliki tanggung jawab utama untuk menciptakan sistem yang menjamin keadilan sosial. Tapi, dalam Negara Paripurna, Yudi Latif juga mengingatkan bahwa keadilan sosial itu tidak bisa hanya diserahkan kepada pemerintah. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam menciptakan solidaritas sosial, mengurangi kesenjangan, dan bekerja bersama untuk kesejahteraan bersama.

Ponco: Jadi, bukan hanya pemerintah yang harus adil, tapi kita semua juga harus berperan dalam menciptakan keadilan sosial?

Silo: Tepat, Ponco. Semua elemen masyarakat, termasuk individu, organisasi, dan lembaga sosial, perlu mendukung terciptanya keadilan sosial. Ini adalah proses bersama untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun kelompok yang tertinggal.

Ponco: Kalau begitu, bagaimana keadilan sosial itu bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari?

Silo: Salah satunya adalah dengan memastikan bahwa kita memperlakukan sesama dengan adil dan menghargai hak-hak orang lain. Seperti dalam hal kesempatan kerja, misalnya. Semua orang harus punya peluang yang sama untuk bekerja, mendapatkan pendidikan yang layak, atau mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.

Ponco: Jadi, kalau ada orang yang merasa tertindas atau nggak diperlakukan dengan adil, berarti itu melanggar prinsip keadilan sosial, ya?

Silo: Betul sekali, Ponco. Misalnya, kalau ada diskriminasi rasial, atau seseorang tidak bisa mendapatkan pendidikan karena keterbatasan ekonomi, itu jelas bertentangan dengan prinsip keadilan sosial. Keberagaman sosial dan ekonomi harus dihargai, dan setiap orang berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang.

Ponco: Itu kan berarti banyak sekali hal yang harus diperbaiki, ya? Ada kesenjangan sosial yang besar di negara kita.

Silo: Memang, itu adalah tantangan besar. Namun, Yudi Latif juga menekankan pentingnya pembangunan sosial yang inklusif, yang artinya setiap kebijakan dan program pemerintah harus memperhatikan mereka yang paling rentan dan tidak mampu. Misalnya, memberikan pendidikan gratis untuk anak-anak dari keluarga miskin atau memastikan bahwa layanan kesehatan bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

Ponco: Jadi, meskipun kita hidup di negara yang merdeka dan punya Pancasila, keadilan sosial itu harus terus diperjuangkan, ya?

Silo: Betul, Ponco. Keberhasilan Pancasila bukan hanya dilihat dari sistem yang ada, tetapi juga dari bagaimana prinsip-prinsip ini diterapkan dalam kehidupan nyata, dalam setiap kebijakan yang diambil, dan dalam interaksi kita sehari-hari. Keadilan sosial harus menjadi pijakan utama bagi kita semua.

Ponco: Jadi, keadilan sosial itu bukan cuma impian, tapi harus jadi kenyataan yang kita usahakan bersama, kan?

Silo: Tepat sekali, Ponco. Keberhasilan Pancasila sebagai dasar negara akan tercapai jika kita bisa mewujudkan keadilan sosial, di mana setiap warga negara merasa dihargai, memiliki kesempatan yang sama, dan mendapatkan hak-hak dasar yang layak. Itu adalah tanggung jawab kita bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun