Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dialog Ponco-Silo: Persatuan Indonesia

30 November 2024   18:51 Diperbarui: 30 November 2024   18:51 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Soal nasib. Meski bagai langit- bumi. Ponco dan Silo merupakan teman berkelindan. Teman sinorowedi. Teman securahan hati.

Berlatarbelakang yang lain. Pendidikan Ponco mandeg sampai jenjang SMA. Sementara Silo berkesempatan mengenyam ilmu di IKIP Yogyakarta hingga S-3.

Beruntung mereka bekerja dalam lingkungan yang sama. Silo meskipun masih muda sudah dipercaya menjadi asisten Bupati. Sementara Ponco, pasukan Satpol PP. Sehingga hampir saban hari pasca-bekerja. Ponco dan Silo mengistiqomahkan kebiasaan lama. Kongko-kongko. Ngopi-ngopi. Tapi no smoking.

Sebenarnya, saat di SD, rangking Ponco lebih baik dari Silo. Sehingga meski senjang taraf pendidikannya, tapi Ponco mampu mengimbangi Silo saat bergulat pikir dalam 'guyon maton' mereka. Ya. Mereka sering berdiskusi soal apa saja. Se-mood mereka. Asiknya, dua-duanya hoby membaca buku-buku tebal dan menulis di blog "Nitizen_Bersatu".

Kali ini mereka berdiskusi tentang isi buku Negara Paripurna-nya Yudi Latif, bab Persatuan Indonesia.

Ponco: Kak Silo, aku penasaran, kenapa sila ketiga itu "Persatuan Indonesia"? Bukannya kita sudah otomatis bersatu karena satu bangsa?

Silo: Pertanyaan yang bagus, Ponco. Persatuan itu tidak terjadi secara otomatis. Indonesia terdiri atas ribuan pulau, suku, bahasa, dan agama. Para pendiri bangsa sadar, kalau tidak ada upaya untuk menyatukan semua elemen ini, Indonesia bisa mudah terpecah.

Ponco: Tapi kan, kita semua tinggal di satu negara, Kak. Bukannya itu cukup?

Silo: Tidak cukup, Ponco. Dalam buku Negara Paripurna, Yudi Latif menjelaskan bahwa persatuan Indonesia lebih dari sekadar kondisi geografis atau administratif. Persatuan ini melibatkan rasa kebangsaan, solidaritas, dan semangat kolektif untuk saling mendukung, meskipun kita berbeda.

Ponco: Oh, jadi persatuan itu soal rasa dan semangat juga ya, Kak?

Silo: Betul sekali. Persatuan Indonesia berarti membangun identitas bersama sebagai satu bangsa, tanpa menghilangkan identitas lokal. Ini penting karena, kalau kita terlalu menonjolkan perbedaan, kita bisa mudah dipecah oleh konflik.

Ponco: Lalu, gimana para pendiri bangsa memastikan persatuan ini?

Silo: Salah satu caranya adalah melalui pengakuan Bhinneka Tunggal Ika, Ponco. Yudi Latif menekankan bahwa semboyan ini bukan sekadar slogan, tetapi landasan filosofi. Meskipun kita berbeda-beda, kita tetap satu kesatuan. Para pendiri bangsa menekankan pentingnya toleransi dan kerjasama di atas segala perbedaan.

Ponco: Aku sering dengar soal toleransi. Tapi, Kak, apa persatuan ini nggak lemah kalau hanya mengandalkan toleransi?

Silo: Toleransi adalah langkah awal, Ponco, tapi tidak cukup. Persatuan butuh lebih dari sekadar saling menghormati. Kita juga perlu membangun solidaritas dan rasa saling memiliki. Dalam bab ini, Yudi Latif menjelaskan pentingnya prinsip gotong royong sebagai perekat persatuan.

Ponco: Gotong royong? Itu kan konsep yang sering kita dengar di pelajaran sekolah.

Silo: Tepat. Gotong royong adalah inti dari persatuan kita. Ini mencerminkan kerja bersama untuk kepentingan bersama, tanpa membedakan suku, agama, atau latar belakang. Prinsip ini yang membuat Indonesia kuat, terutama saat menghadapi tantangan besar seperti penjajahan dulu.

Ponco: Berarti persatuan itu bukan cuma soal nggak berantem, ya? Tapi soal kerja sama juga.

Silo: Betul sekali. Persatuan bukan hanya tentang tidak adanya konflik, tapi tentang adanya kolaborasi yang produktif. Itu sebabnya, Yudi Latif menekankan bahwa persatuan harus dipupuk dengan rasa saling menghormati, kerja sama, dan semangat kebangsaan.

Ponco: Tapi, Kak, kadang aku lihat di berita, persatuan kita terasa rapuh. Apa yang salah?

Silo: Masalahnya sering kali ada pada lemahnya pendidikan kebangsaan dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya persatuan. Kalau orang lebih fokus pada perbedaan daripada kesamaan, konflik akan mudah terjadi. Karena itu, pendidikan tentang Pancasila dan nilai-nilai persatuan harus terus diperkuat.

Ponco: Jadi, untuk menjaga persatuan, kita harus mulai dari diri sendiri dulu ya, Kak?

Silo: Tepat sekali, Ponco. Kita harus mulai dengan menghormati perbedaan, berkontribusi untuk masyarakat, dan mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Persatuan Indonesia bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga tanggung jawab setiap warga negara.

Ponco: Aku jadi makin paham, Kak. Persatuan itu bukan sesuatu yang otomatis, tapi harus terus dijaga dan diperjuangkan.

Silo: Betul, Ponco. Persatuan Indonesia adalah warisan yang berharga, tapi juga tanggung jawab besar. Kalau kita semua menjalankan nilai-nilai persatuan ini, Indonesia bisa menjadi bangsa yang kokoh di tengah keberagamannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun