OLEH: Khoeri Abdul Muid
Bagian Fiksi
"Apakah setelah kematian Sekeber kita perlu bersiaga menghadapi Kerajaan Belanda atau Spanyol, Rama?" tanya Jayakusuma dengan nada khawatir.
"Siaga itu selalu perlu, Adipati," jawab Kendhuruan bijak. "Namun klaim Sekeber sebagai saudara Raja Belanda atau Spanyol itu hanyalah isapan jempol. Tidak ada bukti sejarah yang mendukung pernyataannya. Ia memang kekuatan asing yang berpotensi mengancam, tetapi tidak seperti yang ia akui."
Jayakusuma mengernyitkan dahi. "Rama, jika itu hanya kebohongan, mengapa kita harus khawatir dengan kekuatan asing?"
"Karena mereka memanfaatkan kelemahan kita, Adipati. Perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kita membuat mereka mudah masuk dan berkuasa. Penjajahan bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan, sehingga kita harus selalu siaga," tegas Kendhuruan.
Jayakusuma mengangguk paham. Ia merasa wasiat Kendhuruan lebih dari sekadar peringatan; itu adalah panggilan untuk bersatu melawan ancaman asing.
Bagian Analisis Sejarah
Pada era Pragola I (Jayakusuma), Panembahan Senapati (1585--1601), dan Baron Sekeber, Belanda masih berada di bawah kekuasaan Spanyol. Pada masa itu, Belanda sedang terlibat dalam perang 80 tahun melawan Spanyol (1568--1648). Klaim Baron Sekeber sebagai saudara Raja Belanda atau Spanyol bertentangan dengan fakta sejarah.
Belanda baru menjadi kerajaan definitif pada 3 November 1813, saat Willem I dinobatkan sebagai raja pertama. Tidak ada nama "Baron Sukmul" dalam daftar raja Belanda maupun Spanyol. Jika yang dimaksud adalah penguasa kolonial Belanda pada masa itu, maka yang berkuasa sebenarnya adalah Raja Spanyol, Philips II.
Proto-globalisasi yang dimulai dengan penemuan jalur ke Timur oleh Portugis pada 1488 dan Benua Amerika oleh Columbus pada 1492, menjadi awal imperialisme dan kolonialisme bangsa Eropa. Pada 1511, Portugis mendarat di Malaka dan memperluas pengaruhnya di Nusantara bagian timur. Belanda baru tiba di Banten pada 22 Juni 1596, dipimpin Cornelis de Houtman.
Untuk mengatasi persaingan antarpedagang, Belanda mendirikan kongsi dagang, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), pada 1602. VOC kemudian menjadi alat imperialisme yang mempermudah penjajahan Nusantara. Ketika VOC runtuh pada 1799 karena kebangkrutan, pemerintah Belanda mengambil alih wilayah kolonialnya, menandai era baru penjajahan.
Kesimpulan
Kendhuruan benar dalam menilai Baron Sekeber sebagai simbol ancaman imperialisme, bukan saudara raja dari Belanda atau Spanyol. Pada masa itu, kerajaan-kerajaan Nusantara yang saling bermusuhan memudahkan kekuatan asing untuk menguasai wilayah ini. Siaga dan persatuan menjadi kunci untuk menghadapi ancaman tersebut, sebagaimana yang diungkapkan dalam percakapan fiksi ini.
TAMAT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H