Mereka memesan nasi liwet, bakso goreng, dan teh sereh. Pelayan, seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah, mencatat pesanan sambil sesekali merapikan selendang di bahunya.
Namun, ketenangan itu terusik. Seorang pria masuk dengan langkah mantap, tubuh kurus, wajah tirus, dan tas selempang besar menggantung di pundaknya. Matanya berkeliling, lalu langsung menuju meja kasir.
"Ini untuk Pak RT. Titip ya," katanya singkat, meletakkan amplop cokelat tebal.
Pelayan tampak bingung. "Apa ini, Mas?"
"Pesan penting. Jangan dibuka," pria itu menjawab, suaranya datar namun penuh tekanan.
Pelayan hanya mengangguk, wajahnya diliputi rasa takut.
Dinda dan Rina saling pandang. "Din, ini aneh banget," bisik Rina.
"Abaikan saja, Rin. Jangan ikut campur," jawab Dinda, meski perasaannya mulai tak enak.
Namun, pelayan yang penasaran akhirnya membuka amplop itu dengan tangan gemetar. Isinya membuatnya tertegun: setumpuk uang pecahan besar dan secarik kertas bertuliskan:
"Pak RT, ini bagian tambahan. Pastikan semua berjalan lancar. Jangan bocor."
Dinda tercekat. "Rin, kita pergi sekarang," bisiknya cepat.
Namun, suara motor mendadak meraung di luar. Dua pria berseragam polisi masuk dengan langkah cepat.