OLEH: Khoeri Abdul Muid
Rina berdiri di depan cermin, menatap dirinya sendiri dengan perasaan campur aduk. Pagi itu, dia merasa ada yang berbeda. Hati yang biasanya tenang kini terasa gelisah, dipenuhi keraguan yang menggerogoti setiap langkahnya.
"Kenapa aku merasa seperti ini?" gumamnya, mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Hatinya masih terbayang percakapan semalam. Yudha, sahabatnya yang telah lama dikenalnya, baru saja mengirim pesan yang sangat mengguncang pikirannya.
Rina, aku ingin kita bicara. Ada sesuatu yang harus aku ungkapkan.
Rina tahu apa artinya. Sudah lama dia merasakan kedekatan dengan Yudha, jauh lebih dari sekadar teman. Hanya saja, dia tidak ingin mengakui perasaan itu, takut kalau-kalau Yudha tidak merasakannya juga. Dia selalu berpikir bahwa persahabatan adalah yang terpenting.
Namun pesan itu membuatnya cemas. Mengapa Yudha ingin berbicara sekarang? Apakah ini waktunya untuk mengungkapkan perasaannya? Apa jika Yudha merasa tidak sama?
"Kenapa aku terlalu berpikir keras tentang ini?" Rina bergumam lagi, mencoba mengusir kegelisahan dalam dirinya.
Namun, hari itu, semuanya berubah. Rina melihat Yudha dari kejauhan saat mereka bertemu di kafe tempat biasa mereka bertemu. Yudha tampak tergesa-gesa, senyumnya lebih pudar dari biasanya.
"Yudha, ada apa? Kau terlihat seperti sedang terburu-buru," tanya Rina, mencoba menyembunyikan kegugupannya.
Yudha menatapnya sejenak, lalu menundukkan kepala. "Rina... ada yang harus aku katakan," katanya perlahan. "Aku merasa kita perlu jarak. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri."