Rina menarik tangannya. "Jangan sentuh aku, Yudha. Semua ini... semuanya sudah jelas sekarang."
Dia berbalik, hampir lari keluar dari kafe itu, tetapi tiba-tiba berhenti dan berbalik lagi. "Aku tak akan menyalahkanmu. Tapi aku ingin kamu tahu, jika kamu punya sesuatu yang harus dikatakan, jangan tunggu-tunggu. Aku juga manusia, dan aku punya hati. Jangan buat aku merasa seperti ini."
Langkahnya terhenti, begitu pula Yudha yang berdiri di belakangnya, hanya bisa menatap dengan wajah penuh penyesalan.
Rina menatap matanya untuk terakhir kali. "Aku berharap kita bisa tetap menjadi teman, Yudha. Tapi aku tidak akan pernah bisa melupakan perasaan yang kau buat begitu lama."
Ketika Rina melangkah pergi, Yudha hanya bisa berdiri dengan tangan kosong. Semua kata-kata yang dia ucapkan, tidak bisa lagi memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Air mata Rina mengalir, bukan karena kehilangan cinta, tetapi karena dia merasa dirinya telah dibingungkan oleh seseorang yang tidak pernah benar-benar mengatakan yang sebenarnya.
Mereka berdua tidak tahu bahwa, di luar sana, ada orang yang juga merasakan hal yang sama. Namun, mereka terlalu terlambat untuk mengungkapkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H