Rina terkejut. Seperti ada yang patah dalam hatinya. "Apa? Maksudmu, kita... berpisah sebagai teman?"
Yudha menghela napas. "Bukan itu. Tapi, ada beberapa hal yang harus aku selesaikan dengan diriku sendiri. Aku... aku merasa aku terlalu bergantung padamu."
Rina tidak bisa menahan perasaan bingungnya. "Terlalu bergantung? Tapi, aku selalu ada untukmu. Kenapa tiba-tiba kamu mengatakan ini? Apa yang salah, Yudha?" Tanya Rina dengan suara yang mulai bergetar.
Yudha menunduk lagi, kali ini dengan wajah penuh penyesalan. "Aku merasa, aku sudah memberi harapan yang salah. Aku membuatmu berpikir bahwa kita lebih dari teman, padahal aku tidak bisa memberimu lebih dari itu. Aku... aku ingin kita tetap berteman, tapi aku tahu aku sudah membuatmu bingung."
Rina merasa seakan seluruh dunia berputar. Semua rasa takutnya selama ini seolah menjadi kenyataan. Yudha ternyata merasa begitu, tapi dia tidak pernah memberitahunya. Semua yang Rina rasakan, semua yang dia duga, sepertinya hanya ada di pikirannya sendiri.
"Apa... apa maksudmu dengan memberi harapan yang salah?" tanya Rina dengan suara yang hampir tak terdengar.
Yudha menggigit bibirnya, lalu mengangkat wajahnya. "Aku harus meminta maaf, Rina. Aku seharusnya tidak mengizinkan diriku merasa lebih dekat denganmu. Aku tahu, itu salah."
Rina bisa merasakan hatinya hancur. Tapi lebih dari itu, dia merasa bingung dan marah. "Kenapa kamu tidak memberitahuku sejak awal, Yudha? Kenapa kamu membuatku berpikir kita lebih dari sekadar teman?"
Yudha terdiam. Wajahnya penuh penyesalan. "Aku... aku memang salah. Aku mengira kita bisa tetap seperti ini, tanpa ada perasaan yang rumit. Tapi ternyata aku hanya menyakitimu."
Rina menatap Yudha dengan mata penuh air mata. "Sungguh, aku tak tahu apa yang harus kukatakan. Semua ini membuatku merasa seperti orang bodoh."
Yudha berjalan mendekat, mencoba meraih tangan Rina. "Rina, maafkan aku. Aku tidak ingin membuatmu terluka. Tapi aku juga tidak bisa menyembunyikan kenyataan bahwa aku hanya ingin kita tetap menjadi teman."