Namun, meskipun tubuhnya semakin lemah, dia tidak pernah berhenti berjuang. Hingga akhirnya, datanglah hari yang ditunggu---debat terbuka antara Raka dan Bapak Surya, yang disiarkan langsung di seluruh kota. Semua orang ingin tahu siapa yang akan memenangkan hati mereka.
"Sekarang, Raka, jelaskan pada kami, bagaimana teori kebenaranmu bisa diterapkan dalam dunia nyata. Apa yang bisa kau lakukan untuk mengatasi masalah kota ini?" tanya Bapak Surya dengan nada penuh tantangan.
Raka berdiri dengan tubuh yang tampak lelah, namun matanya penuh keyakinan. "Pemimpin sejati adalah orang yang membawa kebaikan untuk semua. Kita tidak bisa terus-menerus berputar di dalam lingkaran kebohongan hanya untuk mendapatkan hasil sementara. Yang kita butuhkan adalah perubahan yang dimulai dengan pikiran yang benar, ucapan yang benar, dan perbuatan yang benar."
Di tengah debat yang semakin memanas, Raka tiba-tiba terjatuh, pingsan di depan ribuan orang yang menyaksikan. Kerumunan terkejut. Petugas medis segera membawanya ke rumah sakit. Bapak Surya yang sebelumnya tampak sangat percaya diri, kini terlihat khawatir.
Setelah beberapa jam, dokter mengonfirmasi bahwa Raka mengidap penyakit yang sudah terlalu parah, dan tidak ada banyak waktu yang tersisa. Namun yang mengherankan, meskipun kondisinya semakin memburuk, Raka tetap tenang. Dia tidak takut, malah dia lebih banyak tersenyum, seolah sudah menerima takdirnya.
Ketika Bapak Surya datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi Raka, ia merasa sangat terharu. Di ruang rumah sakit yang sunyi, hanya ada suara mesin yang terhubung dengan tubuh Raka.
"Raka," kata Bapak Surya, suara bergetar. "Aku... Aku telah salah menilai dirimu. Kamu... Kamu lebih dari yang aku kira."
Raka membuka matanya perlahan, memberi senyuman lemah. "Pak Surya... tidak ada yang salah. Semua orang bisa menjadi pemimpin, asalkan mereka berani berpikir dan bertindak dengan benar."
Di detik-detik terakhir hidupnya, Raka menulis sebuah surat untuk kota yang telah dia cintai. Surat itu berbunyi:
"Pemimpin sejati bukanlah mereka yang memiliki jabatan atau kekuasaan. Pemimpin sejati adalah mereka yang menginspirasi perubahan dengan kebenaran, yang bertindak dengan hati yang tulus dan tanpa pamrih. Jangan pernah takut untuk menjadi pemimpin sejati, karena setiap orang memiliki potensi untuk itu."
Keesokan harinya, Raka menghembuskan napas terakhirnya. Seluruh kota berkabung, bukan karena kehilangan seorang pemimpin, tetapi karena mereka kehilangan seseorang yang telah memberi mereka arti sejati dari kepemimpinan. Bapak Surya, yang hadir di pemakaman Raka, berdiri tegak dan berkata, "Raka mungkin tidak pernah memimpin kita dalam pemerintahan, tetapi ajaran-ajarannya akan terus hidup. Dia adalah pemimpin sejati yang kita butuhkan."