Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tangan Hitam di Atas Negeri

27 November 2024   06:42 Diperbarui: 27 November 2024   06:44 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di sebuah negeri yang pernah dijuluki "permata dunia," berdiri gedung-gedung megah yang menjulang tinggi. Namun di balik kilauan itu, ada kegelapan yang mencengkeram, perlahan menghancurkan setiap sendi kehidupan rakyat.

Aditya, seorang jurnalis muda, menatap layar laptopnya. Artikel berjudul "Korupsi, Hancurkan Negeri!" hampir selesai ia tulis. Laporan ini adalah hasil investigasinya selama enam bulan, mengungkap kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi negeri itu.

Tiba-tiba, suara pintu diketuk. Raka, sahabatnya sekaligus editor senior di tempatnya bekerja, muncul dengan wajah tegang. "Aditya, kau yakin ingin menerbitkan ini? Mereka bukan orang sembarangan. Hidupmu bisa berakhir di penjara... atau lebih buruk."

Aditya menatap sahabatnya, matanya penuh tekad. "Aku tidak peduli. Korupsi ini merampas lebih dari sekadar uang rakyat. Ini menghancurkan kehidupan mereka. Diam berarti aku bagian dari mereka, Raka. Aku tidak bisa!"

Aditya menemukan fakta mengerikan tentang pembangunan jembatan penghubung antarprovinsi yang runtuh hanya tiga bulan setelah selesai. Dana proyek dipangkas lebih dari separuh oleh pejabat korup, dan bahan bangunan diganti dengan kualitas murahan. Namun, ini hanya puncak gunung es.

Dalam penelitiannya, Aditya bertemu Ibu Lestari, seorang petani yang tanahnya rusak akibat limbah pabrik ilegal yang mendapat izin dari pejabat setempat. "Mereka bilang ini demi kemajuan," kata Ibu Lestari dengan air mata menggenang. "Tapi apa gunanya kemajuan kalau kami tidak bisa menanam lagi? Kami hanya ingin hidup sederhana, tapi mereka merampas semuanya."

Kata-kata Ibu Lestari membakar semangat Aditya. Ia tahu perjuangan ini bukan hanya soal data dan dokumen, melainkan tentang wajah-wajah lelah rakyat kecil yang terus ditindas.

Malam itu, Aditya bertemu Bayu, seorang mantan pegawai pemerintah yang membawa dokumen rahasia. Bayu menyerahkan sebuah amplop tebal. "Hati-hati, Aditya. Ini bukan permainan. Jika kau gagal, mereka tidak akan segan-segan menghabisimu."

Aditya mengangguk. Tapi saat ia dalam perjalanan pulang, mobilnya dihentikan oleh sekelompok pria bertopeng. "Serahkan dokumen itu!" salah satu dari mereka berteriak.

"Aku tidak akan membiarkan kalian lolos lagi!" Aditya berteriak sambil berusaha melawan, tapi mereka terlalu banyak. Dengan brutal, mereka memukulnya hingga tak sadarkan diri dan membakar mobilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun