Dara tertawa kecil. "Tapi kamu nggak keberatan, kan? Dulu juga kamu selalu biarin aku."
"Berubah pikiran," jawab Sasha singkat.
Dara menghela napas. "Aku dengar kamu... ya, begini sekarang. Apa istilahnya? Androgini?"
Sasha mendongak, tatapannya tajam seperti belati. "Kalau kamu datang cuma untuk menghakimi, pintunya di belakangmu."
"Aku nggak datang untuk itu, Sasha. Aku cuma... rindu."
"Rindu?" Sasha tertawa, dingin dan penuh sarkasme. "Kamu rindu Sasha yang mana? Yang diam? Yang takut bicara? Yang pura-pura jadi apa yang orang lain mau?"
Dara terdiam. Ia tidak siap dengan luka yang masih terbuka di dalam diri Sasha.
"Aku nggak pergi karena kamu nggak cukup, Sasha," Dara berkata pelan. "Aku pergi karena aku nggak tahu gimana caranya buat tetap di sisimu tanpa menyakitimu."
Sasha menggeleng, matanya berkaca-kaca. "Kamu pergi karena kamu nggak mau menghadapi siapa aku sebenarnya. Sekarang kamu datang, buat apa? Aku sudah cukup sibuk melawan dunia. Aku nggak butuh lagi orang yang cuma datang untuk bikin hidupku makin rumit."
"Kalau aku minta kesempatan kedua?" Dara bertanya, suaranya nyaris seperti bisikan.
Sasha berdiri. "Kamu tahu apa soal kesempatan? Aku sudah habis-habisan memberi kesempatan pada dunia untuk mengerti aku. Aku bahkan nggak punya lagi buat diriku sendiri."