Maya terkejut, hampir tidak percaya. "Tapi... kenapa kamu tidak pernah memberitahuku sebelumnya?"
Pria itu tersenyum, kali ini senyuman yang penuh makna. "Karena aku ingin melihat sejauh mana kebaikanmu tanpa ada embel-embel. Tanpa tahu siapa aku. Aku ingin melihat bagaimana kamu memperlakukan orang, tanpa ada harapan apa-apa."
Maya terdiam, merasa seperti mendapat pencerahan. "Jadi... selama ini kamu..."
"Ya," pria itu mengangguk. "Aku memperhatikanmu, Maya. Kamu tidak pernah mengharap balasan, tidak pernah menginginkan apa-apa. Dan itu yang membuatmu berbeda."
Dengan tangan gemetar, Maya membuka amplop itu dan melihat cek besar di dalamnya. "Ini... ini terlalu banyak!" serunya.
Pria itu tertawa ringan. "Tidak, Maya. Ini bukan hanya tentang uang. Ini adalah tentang kebaikan yang kamu tanam. Kamu telah memberi dunia ini lebih banyak daripada yang kamu tahu."
Maya menunduk, hampir menangis. "Tapi aku hanya melakukan hal kecil. Hanya memberi sedikit kebaikan."
"Jangan meremehkan dirimu, Maya. Kebaikan yang kamu beri, meskipun tampak kecil, ternyata bisa mengubah hidupku. Kamu bukan siapa-siapa... Tapi kamu adalah segalanya bagi dirimu sendiri dan bagi orang lain."
Maya merasa hatinya penuh, seperti ada sesuatu yang baru lahir dalam dirinya. "Aku tak pernah tahu, Pak. Terima kasih."
"Jangan terima kasih padaku," jawab pria itu. "Terima kasihkan dirimu sendiri. Kamu telah menunjukkan padaku, bahwa tidak ada yang lebih berharga daripada memberi kebaikan dengan tulus."
Saat pria itu pergi, Maya melihat kafe kecil itu dengan cara yang baru. Hari ini, kebaikan yang dimulai dengan secangkir kopi dan senyuman, berbuah lebih besar dari yang pernah ia bayangkan.