Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lahir, Tua, Lara, Mati

24 November 2024   10:40 Diperbarui: 24 November 2024   10:43 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Malam di Desa Sukaluyu terasa dingin menusuk. Di sebuah rumah tua di ujung desa, seorang pria bernama Pak Semaun termenung di teras rumahnya. Usianya hampir tujuh puluh tahun, tubuhnya kurus, dengan wajah yang dihiasi kerutan kehidupan. Ia hidup sendirian, tanpa keluarga, tanpa teman dekat.

Dulu, Pak Semaun adalah pedagang sukses di pasar kota. Ia kaya raya, namun keserakahan menjadi nafas hidupnya. Banyak orang pernah ditipunya. Lahan-lahan penduduk desa diambil dengan janji palsu, sehingga mereka kehilangan mata pencaharian. Ketika diperingatkan, ia hanya tertawa.

"Lair, tuwa, lara, mati... itu urusan nanti. Hidup sekarang ini untuk mencari harta, bukan merenungi nasib!" katanya angkuh.

Namun, roda kehidupan berputar. Kekayaannya habis karena bisnisnya bangkrut. Para tetangga yang dulu diperasnya memilih diam dan membiarkannya menderita. Satu per satu orang yang dicintainya meninggalkannya: istrinya sakit keras dan meninggal, sementara anaknya memilih merantau tanpa pernah kembali.

Kini, di usia senja, Pak Semaun hanya ditemani suara jangkrik di malam hari dan kenangan masa lalu yang menghantuinya.

Suatu malam, hujan deras mengguyur Desa Sukaluyu. Pak Semaun terbangun karena mendengar suara ketukan di pintu rumahnya. Dengan tubuh lemah, ia berjalan membuka pintu.

Di depan pintu, seorang lelaki muda berdiri dengan tubuh basah kuyup. Wajahnya tampak asing, namun matanya tajam menatap langsung ke arah Pak Semaun.

"Bapak... butuh bantuan?" tanyanya, nada suaranya penuh kehangatan.

Pak Semaun bingung. Sudah bertahun-tahun tak ada yang menawarkan bantuan kepadanya. Namun ia mempersilakan pemuda itu masuk. Lelaki itu menghangatkan diri di depan perapian kecil.

"Nama saya Rahmat. Saya baru saja sampai di desa ini," katanya. "Tapi Bapak... kelihatannya menyimpan banyak beban."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun