Mengupas Janji Kesejahteraan Guru: Realisasi atau Retorika?
Berita hangat datang dari DetikEdu yang mengangkat wawancara eksklusif bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Abdul Mu'ti, pada Selasa, 19 November 2024. Artikel berjudul "Mendikdasmen: Bukan Gaji Guru, Tapi Tunjangan Sertifikasi yang Rp 2 Juta" ini mengurai polemik seputar janji kampanye pasangan Presiden RI 2024-2029, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, mengenai kenaikan gaji guru.
Polemik bermula dari pernyataan eksplisit Hashim Djojohadikusumo, Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, yang menjanjikan kenaikan gaji sebesar Rp 2 juta per bulan bagi seluruh guru, termasuk honorer. Namun, dalam wawancara tersebut, Prof. Mu'ti memberikan klarifikasi penting: pemerintah tidak sedang menaikkan gaji guru, melainkan fokus pada peningkatan kesejahteraan melalui tunjangan sertifikasi.
"Jadi kami tidak menaikkan gaji, tapi meningkatkan kesejahteraan melalui sertifikasi," tegas Mu'ti.
Janji yang Terang, Eksekusi yang Butuh Penegasan
Kampanye Prabowo-Gibran membawa angin segar bagi para guru di Indonesia. Janji tambahan gaji Rp 2 juta per bulan---lengkap dengan Tunjangan Hari Raya (THR)---muncul sebagai salah satu janji kampanye yang paling menggugah harapan.
Hashim menegaskan bahwa janji tersebut bukanlah retorika kosong. "Saya sudah mempelajari ini bertahun-tahun. Uangnya ada. Jangan ragu!" serunya dalam salah satu pidato kampanye di Depok, Jawa Barat, pada 29 Oktober 2023.
Namun, pernyataan Mu'ti memberikan dimensi baru. Ia menjelaskan bahwa kesejahteraan guru akan ditingkatkan melalui mekanisme sertifikasi. Guru yang telah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) akan mendapatkan tunjangan sertifikasi, yang dianggap cukup signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
"Yang dapat tunjangan adalah guru yang sudah lulus PPG. Tahun ini ada 606.000 guru yang sudah PPG. Tahun depan, mereka yang telah lulus akan mendapatkan sertifikasi," paparnya.
Mengurai Keselarasan Janji dan Kebijakan
Pernyataan ini menimbulkan beberapa catatan penting. Pertama, tunjangan sertifikasi bukanlah gaji tambahan yang dijanjikan Hashim. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tunjangan sertifikasi diatur sebesar satu kali gaji pokok, yang bisa berbeda dari angka Rp 2 juta yang dijanjikan dalam kampanye.
Kedua, respons dari Kemendikdasmen melalui sertifikasi hanya menyentuh sebagian guru, yakni mereka yang belum bersertifikasi.
Ketiga, konteks janji kampanye yang lugas seharusnya diikuti oleh langkah konkret dari pemerintah. Sebagai janji kampanye yang diucapkan oleh Hashim atas nama tim Prabowo-Gibran, janji ini memerlukan dasar hukum yang jelas, seperti penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) baru untuk mengakomodasi kenaikan gaji secara menyeluruh.
Solusi: Komitmen Nyata untuk Guru
Melalui respons Kemendikdasmen, terlihat adanya komitmen untuk memperhatikan kesejahteraan guru. Namun, perlu diingat bahwa janji kenaikan gaji sebesar Rp 2 juta bukanlah soal interpretasi atau substitusi dengan mekanisme lain. Janji tersebut merupakan amanah langsung dari kampanye Prabowo-Gibran, yang sebaiknya direalisasikan melalui kebijakan konkret dan proaktif.
Dengan menerbitkan peraturan baru, pemerintah dapat membuktikan bahwa janji ini bukan sekadar retorika kampanye, melainkan sebuah langkah nyata untuk memperkuat dunia pendidikan dan menghargai para pahlawan pencerdasan kehidupan bangsa ini.
Semoga janji kesejahteraan bagi guru tidak berhenti pada tataran wacana, melainkan benar-benar menjadi bukti komitmen pemerintah terhadap dunia pendidikan. Oktober 2024 telah berlalu; kini saatnya menunggu realisasi janji yang dinanti-nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H