Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Energi yang Kembali

23 November 2024   22:40 Diperbarui: 23 November 2024   23:36 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di sebuah desa yang damai, tinggal seorang pemuda bernama Rafi. Rafi dikenal sebagai orang yang selalu sibuk, namun sepertinya tak pernah merasa cukup puas dengan kehidupannya. Ia bekerja keras setiap hari, namun hatinya selalu gelisah. Rafi memiliki banyak impian, namun tak tahu bagaimana mencapainya.

Pada suatu sore yang cerah, Rafi bertemu dengan seorang nenek tua yang sedang duduk di pinggir jalan, memandang langit sambil tersenyum. Nenek itu tidak memiliki apa-apa selain sebuah kantong kecil berisi buah-buahan yang tampak layu dan beberapa daun yang kering. Meskipun begitu, nenek itu tampak damai, jauh berbeda dengan Rafi yang selalu merasa kekurangan.

"Anak muda, mengapa wajahmu tampak gelisah?" tanya nenek itu, seolah bisa membaca perasaan Rafi.

Rafi terkejut. "Oh, nenek... saya sedang merasa kosong. Seperti bekerja keras setiap hari tapi tetap saja tidak puas. Semua terasa sia-sia."

Nenek itu mengangguk pelan. "Begitu, ya? Kamu tahu, anak muda, dalam hidup ini ada satu hukum yang tidak pernah salah. Hukum kekekalan energi. Segala energi yang kamu keluarkan---baik positif atau negatif---akan kembali padamu, entah dalam bentuk apa. Kamu berbuat baik kepada orang lain, itu berarti kamu juga sedang berbuat baik pada dirimu sendiri."

Rafi menatap nenek itu dengan bingung. "Apa maksud nenek?"

Nenek itu tersenyum lembut. "Lihatlah diriku. Aku tidak punya banyak harta. Tapi aku merasa cukup, karena aku selalu memberikan apa yang aku bisa---meskipun itu hanya sedikit buah-buahan ini. Aku memberi dengan hati yang tulus, dan itu membuat hatiku penuh dengan kedamaian. Apakah kamu merasa kedamaian itu dalam hidupmu?"

Rafi terdiam, mendengar kata-kata nenek itu. Sesuatu dalam dirinya tergerak. Ia merasa ada yang kurang, ada yang belum ia lakukan untuk dirinya sendiri. Ia sering berbuat baik kepada orang lain, tetapi sering kali perbuatannya itu terasa kosong, tanpa rasa tulus. Apa yang sebenarnya ia cari dalam hidup?

Malam itu, Rafi tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi oleh perkataan nenek. Ia memutuskan untuk mengubah cara pandangnya tentang kehidupan. Keesokan harinya, Rafi mulai melakukan hal-hal kecil dengan lebih tulus: menolong tetangganya yang kesulitan, berbagi makanan dengan orang yang kurang mampu, bahkan membersihkan jalanan desa tanpa diminta.

Seiring berjalannya waktu, Rafi merasa ada perubahan besar dalam hidupnya. Energi positif yang ia berikan kepada orang lain mulai kembali padanya. Orang-orang di sekitarnya pun merasa terinspirasi oleh perbuatannya, dan satu per satu, mereka pun mulai menunjukkan kebaikan. Rafi tidak lagi merasa kekosongan dalam hatinya, karena ia menyadari bahwa setiap perbuatan baik yang ia lakukan, meskipun kecil, membawa kedamaian dalam dirinya sendiri.

Hari demi hari, Rafi semakin merasa hidupnya berarti. Bisnis yang ia jalankan berkembang dengan pesat, dan ia menemukan bahwa kedamaian yang ia cari selama ini bukan terletak pada apa yang ia miliki, melainkan pada apa yang ia berikan kepada dunia.

Pada suatu sore, Rafi bertemu kembali dengan nenek tua itu di jalan yang sama. Kali ini, ia berjalan dengan senyum di wajahnya, penuh rasa terima kasih.

"Nenek," kata Rafi dengan suara penuh rasa syukur, "aku sudah mengerti sekarang. Kebaikan yang kita berikan kepada orang lain, itu akan kembali pada kita dengan cara yang tidak terduga. Aku merasa hidupku sekarang penuh, bukan karena harta, tapi karena energi positif yang aku beri."

Nenek itu tersenyum, matanya berbinar. "Begitu, ya? Ingatlah, anak muda, hidup ini bukan tentang apa yang kamu ambil, tetapi tentang apa yang kamu beri. Energi yang kamu keluarkan akan kembali padamu, dan itu adalah kebahagiaan yang sesungguhnya."

Rafi mengangguk, merasa hatinya penuh dengan kedamaian. Ia sadar bahwa hidupnya telah berubah, bukan karena kekayaan yang ia raih, tetapi karena ia telah mulai memberi dengan tulus. Hukum kekekalan energi itu nyata. Apa yang kita berikan kepada dunia, pada akhirnya akan kembali kepada kita---dalam bentuk yang lebih indah dan memesona.

Rafi kini dikenal bukan hanya sebagai seorang pengusaha sukses, tetapi juga sebagai seseorang yang selalu membantu sesama dengan tulus. Ia menemukan kebahagiaan dalam memberi, dan hidupnya pun semakin penuh makna. Energi positif yang ia berikan tidak hanya kembali padanya dalam bentuk kesuksesan, tetapi juga dalam bentuk kebahagiaan yang jauh lebih besar: kedamaian dalam hati yang penuh cinta kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun