Keesokan harinya, mereka bekerja lebih keras dari sebelumnya. Pak Wiryo mulai menanam tanaman yang lebih tahan cuaca, seperti ubi kayu dan kacang tanah. Sementara itu, Bu Sumi memanfaatkan hasil panen yang tersisa untuk membuat keripik singkong yang dijual di pasar. Mereka juga meminta bantuan dari tetangga untuk berbagi pupuk dengan sistem gotong royong.
Musim panen berikutnya, ladang mereka mulai hijau kembali. Daun-daun kacang tanah melambai tertiup angin, seolah mengucapkan terima kasih atas usaha keras mereka.
Suatu pagi, Pak Wiryo berdiri di pematang, memandang ladang yang mulai subur kembali. "Sumi," katanya, memanggil istrinya yang membawa rantang berisi bekal, "Lihatlah, tanah ini tetap milik kita. Kita masih berdiri di atasnya bersama."
Bu Sumi tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Karena kita tidak pernah saling mengalahkan, Wiryo. Kita saling melindungi."
Dalam hati, mereka tahu bahwa kemenangan sejati bukanlah mengalahkan pasangan, tetapi mengalahkan ego dalam diri masing-masing. Karena dalam tembayatan urip, tak ada menang atau kalah. Yang ada hanyalah perjuangan bersama, untuk tetap utuh dan saling menjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H