Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teman di Senja Kerja

20 November 2024   22:47 Diperbarui: 21 November 2024   01:31 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sis, aku nggak bisa bayangin kalau kamu nggak ada," Tini tiba-tiba berkata.

Siska menoleh, bingung. "Kok ngomong gitu?"

"Serius, aku tuh merasa kamu yang bikin kerja ini masih terasa berarti. Kalau kamu pergi, aku nggak tahu apa aku bisa terus."

Siska terdiam. Lalu, dengan nada lembut, ia berkata, "Tin, aku harus bilang sesuatu. Aku dapat tawaran dari anak-anak. Mereka mau aku pensiun dan ikut tinggal di luar kota."

Langkah Tini terhenti. "Apa? Kenapa nggak pernah cerita sebelumnya?"

"Baru belakangan ini. Mereka bilang, aku harus lebih banyak istirahat. Katanya, aku ini sudah cukup memberi untuk orang lain. Sekarang waktunya buat diri sendiri."

Tini memandang Siska, matanya berkaca-kaca. "Tapi kita selalu bilang, kan? Selama tubuh masih kuat, kita tetap di sini. Ini bukan cuma kerja, Sis. Ini hidup kita."

Siska tersenyum tipis, meski ada kesedihan di matanya. "Kadang, Tin, hidup memaksa kita memilih. Aku nggak mau ninggalin ini. Tapi... aku juga nggak bisa terus mengabaikan anak-anakku."

Hening menyelimuti mereka. Hanya suara langkah kaki yang terdengar di jalan setapak itu.

Beberapa minggu kemudian, ruang kerja Siska kosong. Hanya ada tanaman kecil yang ditinggalkan di atas mejanya, bersama sebuah kartu bertuliskan: "Untuk Tini. Jangan lupa jalan sore. Kita mulai kebiasaan ini bareng, kamu harus terus meski aku nggak di sana. Persahabatan kita nggak akan selesai hanya karena jarak."

Tini membaca kartu itu sambil berdiri di tepi danau tempat mereka biasa berhenti. Matahari terbenam, memancarkan warna oranye yang memantul di permukaan air. Ia menatap bayangannya sendiri di danau, lalu tersenyum tipis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun