Tiba-tiba, dalam kegelisahannya, ia teringat percakapan lama dengan Rina yang pernah berkata padanya, "Arman, nilai itu memang penting, tapi bukan segalanya. Yang lebih penting adalah bagaimana kita bisa mengerti, bukan hanya menghafal."
Arman terdiam. Perlahan ia menyadari, selama ini ia selalu berfokus pada angka, bukan pada pemahaman sesungguhnya. Ia menatap soal ujian yang ada di depannya, dan untuk pertama kalinya, ia memutuskan untuk menulis apa yang benar-benar ia pahami, tanpa peduli apakah itu sempurna atau tidak. Ia ingin memberikan jawaban yang mencerminkan pemikirannya sendiri.
"Apa yang sebenarnya ingin aku katakan di sini?" pikir Arman. "Apa yang aku pahami tentang filsafat ini, tentang kehidupan? Apa yang membuatku merasa lebih hidup ketika mempelajarinya?"
Arman mulai menulis dengan penuh keyakinan, membiarkan kata-kata itu mengalir, bukan sekadar menulis jawaban yang diinginkan Profesor Hadi. Ia menulis dengan tulus, mencoba mengungkapkan pemikirannya, meskipun ia tahu jawabannya mungkin tidak sesuai dengan harapan semua orang. Ia berhenti hanya ketika waktu hampir habis, tetapi hatinya terasa lega.
"Sudah cukup," bisiknya pada diri sendiri. "Aku sudah memberikan yang terbaik."
Setelah beberapa minggu, akhirnya pengumuman hasil ujian diumumkan. Arman berjalan ke papan pengumuman dengan hati yang berdebar. Teman-temannya sudah berkumpul di sekitar papan, beberapa tampak penuh harap, lainnya terlihat cemas. Ketika matanya menangkap nama dan nilai yang tertera, ia berhenti sejenak.
Nama Arman tertera di sana, dan di sampingnya tertulis huruf A.
"Tidak mungkin..." Arman bergumam. Seluruh ruangan terdiam, lalu suara bisik-bisik mulai terdengar. Beberapa teman-temannya yang sering mendapatkan nilai tinggi tampak terkejut, sementara yang lainnya hanya bisa menatap Arman dengan mata melongo.
"Arman, kamu dapat A?" tanya Rina dengan tatapan tak percaya.
Arman hanya tersenyum, meskipun hatinya berdebar. "Aku... aku nggak tahu harus bilang apa, Rin. Aku cuma merasa itu yang terbaik yang bisa aku lakukan."
Pada saat itu, Profesor Hadi datang mendekat. Ia menatap Arman dengan mata yang penuh makna. "Arman," kata Profesor Hadi dengan suara lembut, "A bukan hanya soal jawaban yang tepat. A adalah untuk mereka yang mampu meresapi setiap pertanyaan, yang tidak hanya mencari jawaban, tetapi juga mampu menggali maknanya lebih dalam. Kamu telah melakukannya, Arman."