Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembali ke Hulu

19 November 2024   19:17 Diperbarui: 19 November 2024   19:26 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ilustrasi. idntimes.com

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di sebuah kota besar yang sibuk, Doni duduk termenung di kursi ruang tamunya yang mewah. Pekerjaan sebagai direktur sebuah perusahaan teknologi telah memberinya segala kemewahan duniawi, namun tidak juga mengusir kekosongan yang menggerogoti hatinya.

Telepon berdering. Di layar, nama ibunya, Bu Lastri, terpampang. Doni menghela napas panjang sebelum mengangkat.
"Doni, kapan kamu mudik?" suara ibunya terdengar lembut, namun sarat kerinduan.
"Sibuk, Bu," jawab Doni singkat. "Lagi banyak proyek besar di kantor."
"Lebaran ini, Bu harap kamu bisa pulang. Kampung kita nggak akan kemana-mana, tapi ibu dan bapakmu sudah semakin tua."

Doni diam. Ia tahu apa yang ingin disampaikan ibunya, namun ia lebih memilih memendamnya.
"Nanti aku pikirkan, Bu. Kalau sempat," jawabnya akhirnya.

Doni menutup telepon. Sebuah foto lama di meja kerjanya menarik perhatiannya---gambar keluarganya di pinggir sungai kecil dekat rumahnya di kampung. Sungai itu dulu bening, sumber air bagi seluruh desa, dan tempat Doni bermain saat kecil. Kini, ia hanya mendengar kabar bahwa airnya mulai keruh karena limbah pabrik.

Suatu malam, setelah bekerja hingga larut, Doni bermimpi. Dalam mimpinya, ia berdiri di tepi sungai itu. Namun, airnya tak lagi jernih. Wajah ibunya muncul di kejauhan, memanggilnya dengan suara yang lirih.

"Doni, kembalilah ke asal. Jangan biarkan air ini sepenuhnya mati."

Ia terbangun dengan keringat dingin. Mimpi itu terus menghantuinya hingga beberapa hari berikutnya.

Akhirnya, Doni memutuskan untuk mudik. Ia ingin sekadar menenangkan ibunya dan, mungkin, menemukan jawaban dari keresahan yang selama ini ia abaikan.

Ketika tiba di kampung, ia terkejut melihat perubahan besar. Rumah-rumah sederhana kini berdampingan dengan bangunan pabrik besar. Sungai kecil di dekat rumahnya nyaris tak mengalir lagi, hanya genangan hitam berbau menyengat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun